BKKBN Jabar Rangkul Pengelola Kampung KB Turut Perangi Stunting

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Jawa Barat membekali pengelola kampung KB untuk terus meningkatkan peran aktifnya. Dalam mendorong hal itu, BKKBN Jabar pun memberikan edukasi mulai dari pentingnya kesehatan reproduksi hingga seruan perang melawan stunting.

BKKBN Jabar Rangkul Pengelola Kampung KB Turut Perangi Stunting

Ketiga, persalinan usia kurang dari 20 tahun berkaitan erat dengan stunting. Pendarahan dan kecatatan pada kepala bayi sangat berisiko melahirkan bayi stunting. Kepala bayi yang mengecil dengan sendirinya mempersempit volume otak dan menganggu pertumbuhan organ lain secara optimal. Karena itu, Kusmana menilai upaya pencegahan stunting terbaik adalag melalui pendewasaan usia perkawinan.

“Semangat 21-25 Keren yang diluncurkan Pak Gubernur dan Bu Cinta sangat efektif untuk mencegah stunting. Remaja Jawa Barat didorong untuk menikah pada usia ideal, 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Ini sangat sejalan dengan konsep pencegahan stunting yang diajukan BKKBN kepada Bapak Presiden,” papar Kusmana.

Mengutip penjelasan Kepala BKKBN Hasto Wardotyo saat berkunjung ke Jawa Barat belum lama ini, Kusmana mengungkapkan bahwa stunting tidak bisa dilepaskan dari dimensi kesehatan lainnya. Penyebab stunting bisa diklasifikasi dengan melihat penyebab langsung, penyebab antara (intermediate), dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi nutrisi, air susu ibu (ASI), dan penyakit. Penyebab antara meliputi jarak anak, jumlah anak, dan umur ibu. Adapun penyebab tidak langsung meliputi sanitasi, pendidikan, sosial-ekonomi, dan kemiskinan.

Baca Juga : Waspada Bencana, Begini Imbauan Wagub Uu Ruzhanul

Dari tiga klasifikasi tersebut, BKKBN menilai penyebab langsung “hanya” menyumbang 30 persen terjadinya stunting. Itu pun beririsan dengan penyebab antara. Sementara penyebab tidak langsung dan penyebab antara menjadi penyebab 70 persen terjadinya stunting. Khusus penyebab tidak langsung, penanganan stunting bisa dilakukan seperti yang sudah berjalan selama ini melalui kementerian dan lembaga terkait.

Kusmana menegaskan perlunya sebuah kebijakan yang mengatur (policy rules) untuk mempercepat penurunan stunting. Kebijakan ini mengatur mulai pranikah, kehamilan, hingga masa interval kelahiran. Pada fase pranikah, kebijakan mengatur mulai pendaftaran bimbingan kespro dan skrining kesehatan calon pengantin secara daring paling lambat tiga bulan sebelum nikah.

Selanjutnya, calon pasangan atau calon pengantin (Catin) akan mendapatkan pretest terkait kespro dan dilanjutkan bimbingan secara daring. Catin diminta melaporkan hasil pemeriksaan lab sederhana untuk menilai ada tidaknya anemia dan akan segera mendapat bimbingan. Semua tahapan tadi dilakukan secara daring.

“Dalam waktu tiga bulan dijamin tidak ada yang gagal nikah. Bagi yang belum memenuhi syarat hamil, nikah tetap bisa dilaksanakan tetapi KB dulu. Jika semua sudah dilakukan diberikan tanda kelulusan yang diserahkan ke KUA,” papar Kusmana.


Editor : Ghiok Riswoto