RED II Diberlakukan, Ekspor CPO Bisa Terjun Bebas

Rencananya, Uni Eropa (UE) bakal menerapkan aturan RED II yang melarang penggunaan minyak nabati dari kelapa sawit. Siap-siap ekspor makin merosot.

RED II Diberlakukan, Ekspor CPO Bisa Terjun Bebas
INILAH, Bandung-Rencananya, Uni Eropa (UE) bakal menerapkan aturan RED II yang melarang penggunaan minyak nabati dari kelapa sawit. Siap-siap ekspor makin merosot.
 
Kalau tak ada aral melintang, RED II itu berlaku mulai Februari ini. Di mana, UE sepakat untuk melarang penggunaan minyak nabati dari sawit. Dalam beleid itu, periode 2020-2030, UE wajib memenuhi 32% kebutuhan energinya dari sumber terbarukan dari bahan bakar nabati. Hanya saja, ya itu tadi, tidak boleh dari sawit.
 
Klau benar terjadi, industri minyak sawit di Indonesia harus rela kehilangan pasar ekspor minimal 3 juta ton minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO). Di mana, ekspor CPO ke UE itu, didominasi bahan biodiesel (75%). Sisanya yang 25% untuk pangan.
 
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), memproyeksikan, nilai ekspor sawit sepanjang 2018 sebesar US$21 miliar. Turun dibandingkan 2017 sebesar US$22,96 miliar.
 
Pada 2018, dikatakan Joko Supriyono, Ketum GAPKI, produksi sawit Indonesia sebesar 47,6 juta ton. Dengan jumlah ekspor sawit sekitar 33 juta ton. Namun data ini belum resmi dipublikasikan GAPKI. "Devisa sawit tahun 2018 diperkirakan 21 miliar dolar agak turun dari tahun sebelumnya. Tapi sektor sawit lebih tinggi dari migas," ujar Joko.
 
Menurutnya, industri sawit tetap memainkan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Saat ini, kontribusi sawit bagi Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 6%.
 
"Dengan memperkuat industri sawit maka perekonomian Indonesia tetap tumbuh. Karena komoditas ini berkontribusi bagi sektor pangan dan energi," ungkap Joko.
 
Joko menyebutkan, dukungan pemerintah sangat kuat bagi keberlanjutan industri sawit. Dalam konferensi IPOC, ada lima pesan yang disampaikan Presiden Jokowi mengenai pembangunan industri sawit.
 
Pertama, ia berpesan agar memaksimalkan kemajuan teknologi untuk praktik keberlanjutan industri kelapa sawit. "Masalah sustainability perlu menjadi perhatian karena dituntut pasar global," jelasnya.
 
"Dengan memperkuat industri sawit maka perekonomian Indonesia tetap tumbuh. Karena komoditas ini berkontribusi bagi sektor pangan dan energi," ungkap Joko
 
Kedua, meningkatkan produktivitas sawit baik TBS dan CPO sehingga ada perbaikan daya saing sehingga tidak saja besar tetapi juga kuat. "Dengan adanya daya saing bagus kita tetap survive," kata Joko.
 
Pesan ketiga yaitu mengembangkan pasar ekspor karena ekspor kita sudah besar dan lebih besar dari migas. Ini artinya produksi akan terus meningkat.
 
Yang keempat adalah mengembangkan program B20 yang dapat ditingkatkan menjadi B30. Menurut Joko Supriyono, peningkatan biodiesel dapat mendorong pasar dalam negeri sehingga Indonesia menjadi pengendali stok di pasar global. Kelima adalah menjalankan peremajaan sawit rakyat untuk peningkatan kesejahteraan dan produktivitas petani. (inilah.com)


Editor : inilahkoran