Kerusakan Lingkungan Masih Mengintai Banjir Cimanuk

Hari ini, Selasa (20/9/2022), tepat pada 2016 lalu, Kabupaten Garut berduka dengan terjadinya banjir bandang sungai Cimanuk yang menelan korban sebanyak 39 jiwa, beberapa orang hilang, dan 787 kepala keluarga (kk) kehilangan tempat tinggal.

Kerusakan Lingkungan Masih Mengintai Banjir Cimanuk
INILAHKORAN, Garut-Hari ini, Selasa (20/9/2022), tepat pada 2016 lalu, Kabupaten Garut berduka dengan terjadinya banjir bandang sungai Cimanuk yang menelan korban sebanyak 39 jiwa, beberapa orang hilang, dan 787 kepala keluarga (kk) kehilangan tempat tinggal.
.
Selain ribuan bangunan rumah, banyak infrastruktur hancur dan rusak parah.
Kendati enam tahun telah berlalu, bencana yang menimbulkan kerugian material tak kurang dari Rp288 miliar itu masih menyisakan banyak persoalan.

"Dari sisi kehidupan sosial ekonomi misalnya, meskipun warga korban sudah direlokasi, banyak di antara mereka belum bisa dikatakan pulih. Mereka tak mendapatkan penanganan psikologis secara serius melainkan hanya sebatas trauma healing. Hak mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik juga tak diperoleh. Padahal dengan direlokasi, mereka tak lagi mudah mendapatkan sumber penghidupan. Sedangkan untuk kebutuhan ongkos ke tempat mencari penghasilan maupun sekolah anak justeru bertambah," tutur relawan bencana yang juga koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Banjir Indonesia (AMPBI) Andri.

Menurutnya, Pemkab Garut juga terkesan tidak serius melakukan pencegahan berulangnya kejadian banjir Cimanuk. Hal itu terindikasi dari adanya sejumlah infrastruktur dibangun pasca banjir yang justeru dimanfaatkan pemilik modal untuk kepentingan komersil. Semisal pemanfaatan ruang terbuka hijau di bantaran sungai Cimanuk yang semestinya steril dari segala jenis aktivitas dan bangunan malah dimanfaatkan tempat usaha.

Selain itu, Pemkab Garut hingga saat ini tak juga memasang alat peringatan dini atau early warning system (EWS) di aliran sungai Cimanuk jika sewaktu-waktu terjadi banjir serupa atau hebat untuk mencegah timbulnya korban. Pemkab Garut juga tidak membuat rencana kontinjensi mitigasi banjir.

Padahal pasca banjir bandang pada 2016 itu, belum lama ini, tepatnya pada 15 Juli 2022, sungai Cimanuk kembali mengalami banjir hebat yang menimbulkan ratusan rumah rusak dan terendam.
Tak kalah penting diperhatikan, ingatnya, pendangkalan sungai Cimanuk di kawasan kota Garut saat ini terbilang mengkhawatirkan karena gundukan tanah bekas pembangunan tanggul penahan tebing (TPT) bantaran sungai Cimanuk pasca banjir 2016 tidak diangkat melainkan dibiarkan terendam sendiri.

"Tak ada early warning system. Kalau debit air dari anak sungai Cimanuk yaitu dari sungai Cikamiri dan sungai Cipeujeuh banjir maka kenaikan debit air sungai Cimanuk di arah hilir takkan terdeteksi," katanya.
Senada dikemukakan aktivis lingkungan Tisna Sutisna.

Dia menyebutkan, terjadinya banjir Cimanuk pada 15 Juli 2022 itu membuktikan banjir sungai Cimanuk masih berpotensi besar. Hal itu juga mengisyaratkan kian massifnya kerusakan lingkungan di Kabupaten Garut, khususnya di daerah hulu sungai yang merupakan kawasan konservasi. Sekaligus merupakan peringatan adanya siklus banjir sungai di Garut yang berkurang dari biasanya berkisar delapan sampai 15 tahun menjadi enam tahun berdasarkan penghitungan Patanjala.

Patanjala sendiri merupakan konsep pemikiran leluhur Sunda mengenai pengelolaan air yang muncul dari sumber mata-air menuju sungai hingga bermuara di samudra. Patan artinya air, dan jala adalah sungai atau wilayah yang harus dipelihara dan dilestarikan.

"Pada 2016, luas hutan yang beralihfungsi itu terdeteksi sekitar 2.000 hektare. Sekarang mungkin bertambah. Sebab pasca banjir Cimanuk 2016, banjir hebat ternyata terjadi di daerah-daerah yang tak dikenal sebagai daerah rawan banjir. Seperti di Sukawening, Selaawi, Sukaresmi, Tarogong Kaler, dan lainnya," ujar Tisna.

Berdasarkan SK Bupati Garut Nomor 360/Kep.563-DSTT/2016, daerah terdampak banjir Cimanuk pada 20 September 2016 lalu itu meliputi tujuh kecamatan dan 90 desa dengan jumlah korban terdiri atas 787 kk setara 2.525 jiwa, serta 2.529 rumah rusak dengan rincian 830 rusak berat, 473 rusak sedang, dan 1.226 rusak ringan. Jumlah kerugian mencapai sebesar Rp288 miliar, berdasarkan kajian penilaian di lima sektor yakni permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, dan lintas sektor.

Sedangkan daerah terdampak banjir Cimanuk dan longsor pada 15 Juli 2022 meliputi 14 kecamatan dengan jumlah korban terdampak sebanyak 6.314 kk setara 19.546 jiwa.

Sebanyak 4.328 unit rumah terdampak, 17 unit sekolah, 36 unit fasilitas ibadah, 5 unit fasilitas kesehatan, 33 unit fasilitas umum, 23 unit kantor pemerintahan, 21 unit kios, 10.103 meter TPT, 43 unit jembatan, 14.241 meter jalan, 4.022.904,5 meter sawah lahan/kebun, 5 hektare hutan, 225 unit peternakan, 17.397,87 hektare kolam, 77 unit konstruksi irigasi, dan 12 unit lain-lain
Kerugian material akibat banjir tersebut ditaksir mencapai Rp17.850.455.000.(zainulmukhtar)***


Editor : JakaPermana