Puncak II Perlu Kajian Ulang

Pembangunan Jalur Puncak II perlu dikaji ulang. Pasalnya, kondisi lahan yang ada telah mengalami banyak perubahan pasca pembangunan terhenti pada 2015 lalu.

Puncak II Perlu Kajian Ulang
INILAH, Bogor- Pembangunan Jalur Puncak II perlu dikaji ulang. Pasalnya, kondisi lahan yang ada telah mengalami banyak perubahan pasca pembangunan terhenti pada 2015 lalu.
 
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaen Bogor Adang Suptandar mengungkapkan, untuk melanjutkan pembangunan, tidak relevan jika tetap menggunakan kajian terdahulu.
 
"Karena sudah lama ya. Jalan yang sudah dibangun juga banyak yang rusak lagi. Karena kondisi alam, belum lagi ada longsoran-longsoran yang terjadi," kata Adang kepada INILAH, Selasa (20/11/2018).
 
Meski begitu, dia berharap pemerintah pusat maupun provinsi kembali menganggarkan pembangunan Jalur Puncak II. Karena Pemkab Bogor tidak mungkin membangun menggunakan APBD.
 
"Kalau untuk membangun fisik, kita terbentur anggaran. Lagipula, lahan kan sudah ada itu pemkab yang menyiapkan, tinggal bagaimana pusat dan provinsi untuk fisiknya," kata dia.
 
Pemkab Bogor memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan jalur Puncak II lebih dari Rp1 triliun.
 
Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappedalitbang Kabupaten Bogor Ajat R Jatnika menjelaskan, pemerintah pusat saat ini lebih memprioritaskan membenahi Jalan Raya Puncak, ketimbang membangun Puncak II.
 
Pada 2011 lalu, kata Ajat, pembangunan jalan yang kerap disebut Poros Tengah Timur itu sempat dianggarkan Rp800 miliar. Pembangunan pun sempat dilakukan sepanjang 12 kilometer dari total keseluruhan yang direncanakan 56,25 kilometer.
 
"Tapi di tengah jalan, skala prioritas terhenti. Ini yang sedang kami cari jalan keluarnya. Prioritas pusat masih ke Jalan Raya Puncak mungkin sampai 2019. Setelah itu di 2020 kita belum tau prioritas selanjutnya apa," kata Ajat.
 
Alternatif pembiayaan pembangunan antara lain dengan bekerja sama dengan Badan usaha dan sedang disuarakan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, kerja sama dengan swasta tentu harus saling menguntungkan dan ini yang sedang diperhitungkan Pemkab Bogor.
 
"Hitung-hitungan saat ini anggaran yang dibutuhkan bisa sampai Rp1 triliun. Karena sangat besar, kami cari model pembiayaan dengan kerja sama badan usaha, tapi harus saling menguntungkan dong," katanya.
 
Masalahnya, kata Ajat, kerja sama yang saling menguntungkan ini belum mencapai titik temu. Opsi menjadikan Jalur Puncak II sebagai jalan tol kemudian mengemuka. Namun, Pemkab Bogor berharap adanya jalan arteri di bawah jalur itu jika memang pada akhirnya opsi jalan tol yang diambil.
 
"Kalau tol ada tarif dan jelas bisa dikerjasamakan. Makanya sempat muncul wacana itu. Kalau jalan umum, keterlibatan pemilik lahan yang menghibahkan untuk jalan kan juga banyak dan mereka menghibahkan lahannya bukan untuk tol. Harapannya, kalau jadinya jalan tol ya harus ada jalan arteri di bawahnya," jelas Ajat.
 
Ajat menuturkan, Jalur Puncak II merupakan jalan strategis Provinsi Jawa Barat. Dari situ, muncul kesepakatan pembangunan. Pemkab Bogor mengurusi soal lahan dan urusan pembangunan infrastruktur menjadi urusan pemerintah pusat lewat Pemprov Jabar.
 
"Bicara pembangunan infrstrukturnya ya dengan APBN bisa melalui provinsi. Kesepakatan awalnya seperti itu. Tapi, dalam perjalanannya ada keterbatasan. Entah soal anggaran, sisi prioritas pembangunan dan lainnya. Ini yang masih kita tunggu," kata dia.
 
Sebelumnya, Jalur Puncak II termuat dalam Rencana Jangka Menengah Derah (RPJMD) 2013-2018, namun tidak tuntas dikerjakan. Dengan masuk revisi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025, maka diharapkan jalan sepanjang 56,25 kilometer ini rampung sebelum RPJPD 2025-2045 disusun Pemkab Bogor.


Editor : inilahkoran