Tenryata Begini, Hukum Memakai Gigi Palsu

AGAR terlihat tampak menarik, banyak orang-orang yang merawat tubuh mereka dengan mendatangi salon-salon kecantikan dan semisalnya. Apalagi kalau bagian wajah, semaksimal mungkin harus perfect, terutama bagi yang giginya rontok atau tanggal.

Tenryata Begini, Hukum Memakai Gigi Palsu
Ilustrasi/Net

AGAR terlihat tampak menarik, banyak orang-orang yang merawat tubuh mereka dengan mendatangi salon-salon kecantikan dan semisalnya. Apalagi kalau bagian wajah, semaksimal mungkin harus perfect, terutama bagi yang giginya rontok atau tanggal.

Kebanyakan dari mereka memasang gigi palsu yang sewarna dengan gigi aslinya, agar tidak tampak gigi palsunya. Bagaimana hukum memakai gigi palsu dalam Islam?

Syekh Shaleh Munajid berkata: "Memasang gigi buatan ditempat gigi yang dicabut karena sakit atau rusak itu adalah perkara yang mubah (diperbolehkan). Tidak ada dosa di dalam melakukannya. Kami tidak mengetahui satupun dari ahli ilmu (Ulama) yang mencegahnya (memasang gigi palsu). Tidak ada perbedaan (hukum) antara dipasang secara permanen ataupun tidak."

Baca Juga : Hukum Berbicara Saat Berwudu

Dari keterangan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum memakai gigi palsu dalam Islam adalah mubah (diperbolehkan). Hal ini tidaklah diharamkan. Yang diharamkan adalah jika tujuannya untuk mempercantik atau memperindah.

Al-Lajnah Ad-Daimah berfatwa: "Tidaklah mengapa mengobati gigi yang copot atau rusak dengan sesuatu yang dapat menghilangkan bahayanya atau dengan mencabutnya dan menggantinya dengan gigi buatan (palsu) ketika hal itu memang diperlukan.

Sahabat Ibnu Masud Radhiya Allahu Anhu berkata: "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam melarang dari mengikir gigi, menyambung rambut dan mentato, kecuali dikarenakan penyakit." (HR. Ahmad: 3945)

Baca Juga : Hukum Melihat Gambar Porno dalam Hubungan Intim

Asy-Syaukani menerangkan: "Perkataan Ibnu Masud "kecuali dikarenakan penyakit", dzahirnya adalah: Sesungguhnya keharaman yang telah disebutkan (dalam hadis) tidak lain di dalam masalah ketika tujuannya untuk memperindah, bukan dikarenakan untuk menghilangkan penyakit atau cacat. Maka, sesungguhnya itu (dengan tujuan pengobatan) tidaklah diharamkan.

Halaman :


Editor : Bsafaat