Buruh Bersatu Perjuangkan UMSK

Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 15/2018 tentang Upah Minimum memancing reaksi dari serikat buruh dan serikat pekerja di Jawa Barat

 Buruh Bersatu Perjuangkan UMSK
23 serikat buruh dan serikat pekerja berkumpul dalam Forum Group Discussion (FGD)
INILAH, Bandung - Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 15/2018 tentang Upah Minimum memancing reaksi dari serikat buruh dan serikat pekerja di Jawa Barat. Utamanya, mereka menilai keberadaan Upah Minimum Sektoral Kota Kabupaten (UMSK).
 
Diinisiasi DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Barat, 23 serikat buruh dan serikat pekerja berkumpul dalam Forum Group Discussion (FGD) di Hotel Augusta Cipaku, Bandung, Kamis (29/11). Seluruhnya telah terverifikasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat
 
Dalam FGD tersebut, para buruh menilai, untuk bisa mewujudkan UMSK di Jawa Barat cukup sulit, Sebab, ada sejumlah mekanisme yang tidak mudah dilalui. 
 
Satu di antaranya mengenai keharusan melakukan perundingan antara serikat buruh atau serikat pekerja dengan asosiasi perusahaan. Setelah berunding, ditindaklanjuti dengan kajian sebelum muncul besaran UMSK.
 
“Ini tentang Permenaker nomor 15 tahun  2018. Oleh se4bab itu tujuan FGD hari ini outputnya SPSI seluruh Jawa Barat ini bisa bergerak dan berjuang bersama mewujudkan UMSK di seluruh kabupaten kota di Jawa Barat,” kata Sabilar Rosyad, Ketua FSPMI Jawa Barat usai menggelar FGD, Kamis (29/11).
 
Sabilar menuturkan, Upah Minimum Regional yang baru saja diumumkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil beberapa waktu lalu masih belum ideal. Kondisi tersebut dinilainya sangat memprihatinkan mengingat Jawa Barat ini sebagai penyangga perindustrian dunia.
 
“Upah kita itu urutan lima terendah se-Indonesia Raya, padahal pusat industri multinasional dan multiinternasional itu ada di Jawa Barat dan itu se-Asia Tenggara. Tetapi kita miris di Jawa Barat upah di Jawa Barat itu urutan terendah kelima,” jelasnya.
 
Dalam FGD ini, seluruh perwakilan serikat buruh dan serikat pekerja ini kemudian membacakan deklarasi. Mereka sepakat untuk menyikapi Permenaker 15 Tahun 2018 dengan serius dan siap bersatu untuk berjuang mewujudkan UMSK dengan kondusif.
 
“Perjuangan kita semakin berat, oleh sebab itu kami mengumpulkan hari ini mendeklarasikan serikat buruh serikat pekerja seluruh Indonesia kita bergerak dan berjuang bersama supaya tidak terpecah belah mewujudkan UMSK 2019 di kabupaten kota. Untuk mencari solusi Permen 15 2018 dan itu tidak lebih buruk dari Permen 7 2013,” dia menerangkan.
 
Selain dari serikat buruh dan serikat pekerja, dalam FGD juga turut menghadirkan perwakilan dari bidang ekonomi Polda Jawa Barat sebagai narasumber. Selain itu, pembicara juga didatangkan dari Disnakertrans Jawa Barat.
 
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnakertrans Jawa Barat, Diana Ramadiany tidak memungkiri untuk mewujudkan UMSK ini pemerintah sulit melakukan intervensi. 
 
Pasalnya, meski besarannya dipastikan lebih tinggi dari UMK atau UMP, namun tetap bergantung pada kemampuan perusahaan. Diana menuturkan, dalam Kepmen 1999 yang sebelumnya tahun 2013 disampaikan bahwa besaran UMSK paling sedikit lebih tinggi 5 persen dari UMK. 
 
Namun, sambung dia, setelah ada permen baru nomor 7 2013 itu tidak ditentukan lagi besarannya. Sehingga, UMSK bersifat adaptif terhadap kemampuan perusahaan di sector unggulan masing-masing.
 
“Artinya bahwa itu yang unggul dan mampu membayar lebih kepada pekerjanya, dan itulah bentuk perlindungan pemerintah, kalau yang mampu bayar lebih tolong dong bayar lebih. Kalau sudah dikategorikanb unggul ya perusahaan harus mau membayar lebih kepada pekerja, ini perlu dipahami tidak serta merta semua perusahaan digeneralisir sector unggulan,” ucap Diana.
 
Dari hasil FGD ini, Diana mengungkapkan kemungkinan untuk mengajukan usulan bahwa penggunaan upah minimum sektoral kurang tepat. Lagipula, UMSK tersebut dinilainya belum terlalu kuat untuk melindungi kesejahteraan pekerja.
 
“Karena itu semua tergantung kepada kemampuan perusahaan, ini perlu diklarifikasi bahwa upah minimum sector bukan menjadi jaring pengaman, jarring pengaman itu UMP dan UMK. Itu disebut upah minimum itu memang untuk masa kerja di bawah satu tahun dan lajang, yang pemerintah dorong untuk peningkatan kesejahteraan itu penerapan dari struktur dan skala upah. Bagaimana memberikan upah sesuai dengan jabatannya dan kompetensinya itu yang berkeadilan,” bebernya.


Editor : inilahkoran