Cerita Desak Gede Delonix Menjadi Pustakawan Perpustakaan Braille

Saat menyusuri ke Kompleks Wyata Guna di Jalan Pajajaran, Kota Bandung, ada salah satu gedung yang bernama Perpustakaan Braille.

Cerita Desak Gede Delonix Menjadi Pustakawan Perpustakaan Braille
pustakawan di Perpustakaan Braille yang bernama Desak Gede Delonix atau biasa disebut Onix sapaan akrabnya./INILAH-Okky Adiana

INILAHKORAN, Bandung - Saat menyusuri ke Kompleks Wyata Guna di Jalan Pajajaran, Kota Bandung, ada salah satu gedung yang bernama Perpustakaan Braille.

Sebagai catatan, Braille adalah sistem tulisan sentuh yang dipakai oleh tunanetra untuk membaca. Bentuk huruf Braille ini seperti titik-titik yang dibuat timbul dari kertas.

Saat masuk ke gedung tersebut, ada pustakawan di Perpustakaan Braille yang bernama Desak Gede Delonix atau biasa disebut Onix sapaan akrabnya.

Fungsi Onix untuk menjaga, mencatat bagi yang meminjam buku, serta membersihkan buku-buku tersebut. Selain itu, pustakawan juga bertugas membantu orang menemukan buku, majalah, dan informasi lain.


Onix sangat ramah, bahkan dia pasti menyapa ketika ada orang/tamu yang datang ke Perpustakaan Braille.

Onix menuturkan, Perpustakaan Braille adalah satu-satunya di Indonesia, dan ini milik Kementerian Sosial (Kemensos) di bawah Sentra Abiyoso, yang terletak di Jalan Kerkof, Kota Cimahi.

Dia menuturkan, sebelum Covid-19, pengunjung yang datang ke Perpustakaan Braille cukup banyak, sekitar puluhan. Ketika Covid-19 datang ke Indonesia, pengunjungnya sangat sedikit, bahkan anak-anak pun jarang sekali yang datang ke Perpustakaan Braille.

"Paling juga kalau sekarang hanya 1 atau 2 orang saja yang datang, itu pun kalau dia perlu, bahkan sama sekali tidak ada pengunjung. Saya merasa sedih sih," ujar Onix kepada INILAHKORAN, Selasa 23 Agustus 2022.

Menurut dia, Perpustakaan Braille memiliki bacaan yang cukup lengkap, ada sekitar 10 ribu buku bacaan. Dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menegah Atas (SMA), semua ada disini.

"Bukunya sama pada umumnya, kayak buku Agama, buku sekolah, bahasa Indoneaia dan lainnya bisa dilihat disitu," ucapnya.

Sebagai seorang pustakawan, Onix berharap, bagi anak-anak Tunanetra dipersilahkan untuk datang ke perpustakaan tersrbut. Sebab, Tunanetra memiliki gangguan penglihatan, maka dengan membaca atau meraba, mereka bisa tahu dan paham.

"Ya, mudah-mudahan banyak lah pengunjungnnya. Soalnya selama saya kerja disini satu setengah tahun ya begini-begini aja, pengunjungnya cuma 1 atau 2 orang, akases buku rak nya di bagusin lagi, ini ada yang sudah reyot," tambahnya. *** (Okky Adiana)


Editor : JakaPermana