Netty: Kurangi Kekerasan terhadap Anak Didik

 Calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Heryawan menilai, ada korelasi antara kapasitas guru dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Netty: Kurangi Kekerasan terhadap Anak Didik
INILAH, Cirebon - Calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Heryawan menilai, ada korelasi antara kapasitas guru dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
 
Netty yang ditemui di DPD PKS Kota Cirebon, Minggu (25/11), mengungkapkan, sekolah dan guru berperan aktif dalam menurunkan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kapasitas dan kualitas guru menjadi salah satu dari tiga aspek dalam upaya itu.
 
"Sekolah dan guru bisa berupaya menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah anak dan perempuan, tanpa kekerasan," katanya kepada INILAH KORAN.
 
Netty tak menampik, kekerasan terhadap anak dan perempuan masih kerap terjadi di lingkungan sekolah. Praktiknya tak hanya dalam bentuk kekerasan fisik, juga verbal. Sayangnya, hal terakhir ini tak banyak disadari sebagai bentuk kekerasan. 
 
Dalam upayanya mengurangi kekerasan terhadap anak dan perempuan, Netty menyebutkan, salah satunya guru patut berupaya menjadikan peserta didik sebagai sahabat. Selain itu, perlu ada perbaikan dalam penerapan penghargaan dan hukuman terhadap peserta didik.
 
"Jangan sampai reward dan punishment kemudian mengarah pada bentuk-bentuk kekerasan, baik fisik maupun verbal," ujar istri mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, ini.
 
Tak hanya kapasitas dan kualitas guru, aspek penting lain dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah anak dan perempuan berupa penyediaan fasilitas infrastruktur sekolah. Dia menyontohkan, penyediaan toilet yang aman bagi siswa perempuan maupun laki-laki.
 
Selain kapasitas guru dan infrastruktur, kurikulum atau metodologi pendidikan juga menjadi aspek penting lain yang harus diperhatikan. Dalam hal ini, kurikulum harus ramah anak dan perempuan. Netty memandang pula pengetahuan atau pendidikan mengenai kekerasan terhadap anak dan perempuan perlu diadakan.
 
"Peserta didik jangan hanya dibebani dengan capaian akademis. Hal  lain yang membangkitkan kesadaran atas diri juga harus diberikan. Misalnya melalui pendidikan reproduksi, sudah waktunya anak-anak diberi pengetahuan soal itu," papar wanita kelahiran Pacitan, Jawa Timur, ini.
 
Kesadaran atas diri, di sisi lain diakuinya penting dimiliki setiap orang, khususnya anak dan perempuan, demi mengurangi praktik kekerasan. Dalam hal ini, setiap individu anak dan perempuan wajib mengetahui apa saja yang harus dia lindungi dari orang lain.
 
Kesadaran diri yang tinggi ini, sambung Netty, berpeluang dimiliki seseorang dengan pendidikan yang memadai. Nyatanya, isu atas anak dan perempuan tak hanya berkutat pada kekerasan. Praktik marjinalisasi hingga diskriminasi kerap menghantui eksistensi perempuan khususnya, di ruang domestik maupun publik.
 
Karena itu, dia menilai, anggaran pendidikan harus didorong untuk diperbesar demi mencegah praktik-praktik kekerasan hingga diskriminatif atas perempuan dan anak. Alokasi anggaran yang besar akan memungkinkan setiap anak dan perempuan memiliki kesempatan besar untuk menempuh pendidikan, minimal 12 tahun. (erika lia/ing)
 


Editor : inilahkoran