Bacalah Kisah Indah Kehidupan Pemberian Allah

KATA para pujangga: "Hidup itu sesungguhnya adalah sebuah kisah indah, maka bacalah ia secara utuh, tidak sepotong-potong." Iya, benar.

Bacalah Kisah Indah Kehidupan Pemberian Allah
Ilustrasi/Net

KATA para pujangga: "Hidup itu sesungguhnya adalah sebuah kisah indah, maka bacalah ia secara utuh, tidak sepotong-potong." Iya, benar.

Manusia tersedih adalah manusia yang hanya membaca bagian-bagian sedih dari kehidupan itu dengan melupakan bagian-bagian indah bahagianya. Hidupnya hanya berupa kisah tetes air mata dan sapu tangan penghapus air mata.

Belajarlah membaca kisah indah kehidupan, kenikmatan dan kenyamanan yang Allah berikan selama ini. Ingatlah masa kecil kita yang begitu indah, yang terlelap nyenyak di pangkuan ibu atau ayah dengan elusan kepala dan untaian doa.

Baca Juga : Suami dan Istri yang Dirindukan di Rumah

Bacalah keceriaan masa kecil dulu, ketika kelereng tak kalah menarik dibandingkan dengan sepak bola dunia. Baca pula kisah cinta pertama dan atau kisah cinta terakhir yang seringkali melebihi keindahan cerita sinetron. Baca pula nikmat iman dan Islam yang Allah tetap tanamkan di dada kita. Indah bukan?

Kata para psikolog, orang stress itu bukan karena tak pernah mendapatkan nikmat melainkan karena dia fokus hanya pada musibah dan deritanya saja. Jalan keluar terbaik dari stress adalah me-reset pikiran kita dengan setting sesuai dengan petunjuk Pemilik Kehidupan.

Jangan terlampau dalam bangga karena akan mendarat di ranah kesombongan. Jangan terlampau pula dalam sedih karena akan mendarat di ranah putus asa. Ada batas yang harus dipahami yang dalam bahasa al-Qur'an disebut dengan hudud.

Baca Juga : Hidup di Dunia Sangat Singkat seperti Pagi ke Sore

Sempatkan duduk santai dan membuat oretan pribadi. Ambil satu kertas kemudian diberi garis pemisah kanan dan kiri. Tuliskan nikmat Allah yang telah kita terima selama ini di sebelah kanan. Lalu tuliskan musibah dan derita yang telah dialami di bagian sebelah kiri. Bacalah berulang-ulang, minimum tiga kali, kemudian tanyakan kepada diri kita apakah yang paling pantas kita ucapkan: syukur apa kufur, pujian apa keluhan?

Halaman :


Editor : Bsafaat