Dinkes KBB Akui Belum Bisa Tarik Produk Obat Terindikasi Mengandung Etilen Glikol

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengakui pihaknya belum bisa menarik semua produk obat yang terindikasi BPOM mengandung etilen glikol.

Dinkes KBB Akui Belum Bisa Tarik Produk Obat Terindikasi Mengandung Etilen Glikol
INILAHKORAN, Ngamprah - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengakui pihaknya belum bisa menarik semua produk obat yang terindikasi BPOM mengandung etilen glikol.
Kendati demikian, pihaknya telah menginstruksikan apotek dan toko obat di wilayahnya untuk secepatnya melakukan retur atau pengembalian produk obat yang terindikasi mengandung zat yang menjadi pemicu gagal ginjal akut.
"Kalau di Puskesmas tidak ada produk obat tersebut. Namun, hanya menyediakan, Paracetamol, Citirizine dan obat batuk lainnya," kata Sub Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman pada Dinkes KBB, Rendra Gustiawan kepada wartawan.
"Aman kalau di Puskesmas," tambahnya.
Sementara untuk di bidan, jelas dia, sesuai surat edaran dari Kemenkes sangat ditekankan kepada tenaga kesehatan (nakes) agar tidak memberikan obat dalam sediaan sirup.
"Nah, sekarang dipastikan juga bahwa produk obat yang tidak boleh diberikan, yakni Unibebi sirup demam, Unibebi sirup batuk dan Unibebi drop," jelasnya.
"Itu yang kita belum data, hari ini kita mau bikin semacam pelaporan di mana dan ada berapa obat yang siap diretur, termasuk di bidan, dokter praktek swasta, klinik swasta," sebutnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, untuk di bidang sebenarnya pihaknya telah berkoordinasi dengan organisasi profesi, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang diharapkan bisa membantu mengawasi semua ranting, termasuk anggotanya untuk diingatkan.
"Klinik juga sudah. Memang intruksi awal bagi nakes diimbau langsung dari Kemenkes untuk tidak diperbolehkan meresepkan obat sirup," ujarnya.
Selanjutnya, terang dia, setelah ada berbagai pengujian oleh BPOM sekarang sudah diketahui obat mana yang sudah diperbolehkan dikonsumsi dan mana yang belum.
"Tentunya, teman-teman seprofesi dan se-organisasi sudah melakukan sosialisasi. Terutama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Itu bisa diretur ke pihak distributor atau pedagang besar farmasi dan sebetulnya lebih gampang," terangnya.
Kendati demikian, lanjut dia, yang tengah pihaknya pikirkan itu produk obat-obatan yang ada di warung-warung kecil.
"Mau kita apakan nih, kalau misalkan Dinkes menarik harus seperti apa, apakah ke pelaku usahanya kita bayar," ujarnya.
Namun, sambung dia, setelah ditarik juga pengusahanya mau seperti apa. 
"Kita mau koordinasi sama apoteker obat apakah kalau kita menarik yang ada di warung ataupun toko-toko biasa yang belum berizin, apakah nanti bisa kita lakukan untuk pemusnahan ke pihak ketiga," paparnya.
"Atau nanti kita titipkan ke Puskesmas yang sudah bekerjasama dengan pihak ketiga," sambungnya.
Ia pun mengakui, pihaknya belum mendapat intruksi dari pak Kadinkes seperti apa. Sebab, pihaknya pun harus bekerjasama juga dengan Disperindag dari segi perdagangan apakah ada kompensasi atau pengganti.
"Mudah-mudahan di warung-warung kecil tidak tersedia Unibebi karena sudah dipastikan banyak sekarang yang sudah dipastikan melebihi ambang batas," pungkasnya.*** (agus satia negara).


Editor : Ahmad Sayuti