Dishut Jabar Akui Tidak Mudah Tangani Lahan Kritis di Tatar Priangan

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018 silam, kata Adji, total luas lahan kritis di Jawa Barat sebesar 911.191,9 hektare. Itu terbagi dalam kawasan 215 ribu hektare dan luar kawasan 696.191,9 hektare. Dishut Jabar sejauh ini fokus di lahan kritis yang berada di luar kawasan dimana pemilik lahannya adalah masyarakat perusahan swasta maupun lembaga.

Dishut Jabar Akui Tidak Mudah Tangani Lahan Kritis di Tatar Priangan
Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan atau Dishut Jabar Adji Sumarwan mengakui tidak mudah dalam menangani lahan kritis yang ada saat ini.

INILAHKORAN, Bandung - Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan atau Dishut Jabar Adji Sumarwan mengakui tidak mudah dalam menangani lahan kritis yang ada saat ini.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018 silam, kata Adji, total luas lahan kritis di Jawa Barat sebesar 911.191,9 hektare. Itu terbagi dalam kawasan 215 ribu hektare dan luar kawasan 696.191,9 hektare. Dishut Jabar sejauh ini fokus di lahan kritis yang berada di luar kawasan dimana pemilik lahannya adalah masyarakat perusahan swasta maupun lembaga.

Sedangkan, lahan kritis yang berada didalam kawasan, merupakan ranah KLHK dan dikelola oleh lembaga dibawahnya seperti Perhutani maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Sementara Dishut melalui gubernur hanya menjalankan fungsi pengawasan, karena lokasinya berada di Jawa Barat.

Baca Juga : Kenaikan Tarif Bus AKDP di Jabar Bakal Diumumkan Dishub Jabar Sore Ini

“Sebagaimana tugasnya, Dishut untuk membantu gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kehutanan. Indikatornya adalah meningkatkan jumah luas tutupan lahan atau mengurangi lahan kritis, serta menyejahterakan masyarakat. Total luas lahan di Jawa Barat ini sekitar 3,7 hektar dan dari data KLHK yang dikeluarkan 2018 lalu. Luas lahan kritis kita semuanya sekitar 900 ribuan yang dibagi dalam kawasan 200 ribuan dan 700 ribuan berada diluar kawasan,” ujar Adji kepada INILAHKORAN baru-baru ini.

“Fokus kami adalah yang diluar kawasan ini, karena yang dalam kawasan dikelola oleh lembaga yang berada dibawah KLHK. Misal Perhutani, Balai Taman Nasional, BKSDA. Disini kami lebih ke perorangan atau lembaga, lebih tepatnya lahan yang bukan milik pemerintah. Inilah tantangannya, karena tidak mudah menangani lahan kritis ini. Sebab kami bersinggungan langsung dengan masyarakat pemilik lahan. Upayanya melalui sosialisasi, himbauan dan ajakan supaya mereka mau menanam di lahan mereka yang masuk dalam kategori lahan kritis,” sambungnya.

Dalam prosesnya lanjut Adji, para pemilik lahan yang mau lahannya ditanami pohon diorganisir dalam wadah kelompok tani. Kemudian pihaknya membantu dalam pendampingan, penyediaan bibit hingga pembinaan terhadap lahan mereka. Melalui penyuluh dari sembilan Kantor Cabang Dinas (KCD) Kehutanan.

Baca Juga : Pahami Kondisi Keuangan Daerah, Dinas KUK Jabar Optimalkan Alternatif Lain

Sehingga diharapkan, selain dapat meminimalisir luas lahan kritis tetapi juga membantu perekonomian masyarakat. Dalam hal ini, Dishut memiliki program budidaya lebah madu dan jamur, selain hasil produksi dari penanaman pohon seperti buah-buahan ataupun kayunya.

Halaman :


Editor : Doni Ramdhani