ESDM Jabar Pastikan Investor Terima Layanan Maksimal

Tingginya potensi renewable energy, yang mencapai 170 gigawatt ekuivalen di Provinsi Jawa Barat dan belum dimanfaatkan secara maksimal, menjadi dasar sektor tersebut masuk dalam penawaran di West Java Investment Summit (WJIS) 2022.

ESDM Jabar Pastikan Investor Terima Layanan Maksimal
Tingginya potensi renewable energy, yang mencapai 170 gigawatt ekuivalen di Provinsi Jawa Barat dan belum dimanfaatkan secara maksimal, menjadi dasar sektor tersebut masuk dalam penawaran di West Java Investment Summit (WJIS) 2022./Syamsuddin Nasoetion

INILAHKORAN, Bandung - Tingginya potensi renewable energy, yang mencapai 170 gigawatt ekuivalen di Provinsi Jawa Barat dan belum dimanfaatkan secara maksimal, menjadi dasar sektor tersebut masuk dalam penawaran di West Java Investment Summit (WJIS) 2022.

Selain untuk memenuhi komitmen global dalam menurunkan emisi karbon, yang berujung dengan kenaikan temperatur suhu udara. Serta mengantisipasi krisis energi yang diprediksi akan segera terjadi, karena energi fosil kian berkurang. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat mengambil sikap, guna menangkalnya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat Ai Saadiyah Dwidaningsih mengatakan, dari WJIS ini diharapkan potensi energi bersih yang ada dapat dimanfaatkan oleh investor untuk memenuhi energi bersih, selain meraup keuntungan.

"Seperti yang disampaikan pak gubernur, bahwa kenapa kita mengangkat kedua isu tersebut (food security dan renewable energy), karena sering kita dengar bahwa akan terjadi krisis di tiga sektor. Pangan, energi dan air. Kaitan dengan krisis energi, saat ini kita sedang mengalami perubahan iklim. Hal ini yang kita angkat dalam tema WJIS 2022. Tentunya kita sama-sama mengetahui, Jabar memiliki potensi renewable energy yang sangat luar biasa. Baik geotermal, solar, bayu (angin), hidro dan lain-lain. Total potensi sekitar 170 gigawatt ekuivalen dan tentunya hal ini kita optimalkan, bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dengan energi bersih," ujarnya, Kamis (6/10/2022).

"Sebagaimana energi bersih menjadi amanat dalam regulasi kita, maupun pusat dan dunia. Saat ini pemanasan global sebenarnya sudah kita rasakan dengan kenaikan temperatur sebesar 1,5 derajat celsius. Ini dengan Paris Agreement dan COP 26, kita sudah sepakat bahwa kita akan menjaga temperatur itu tidak melebihi 1,5 derajat celsius. WJIS ini merupakan salah satu upaya dengan mengajak para investor untuk mengoptimalkan, memanfaatkan sumber daya EBT yang melimpah di Jabar, agar dapat memenuhi kebutuhan energi bersih," imbuhnya.


Ai menambahkan, dalam WJIS 2022 diharapkan proyek kombinasi dari pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta dapat terserap maksimal dengan total investasi sekitar Rp25,6 triliun. Dimana proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) dan geotermal yang menjadi prioritas utama.

"Untuk WJIS 2022 kami sudah berkolaborasi, mengajak para project owner di seluruh Jabar maupun nasional yang akan menempatkan investasinya di Jabar sebanyak 20 project. Baik project pemerintah maupun BUMN, BUMD, maupun swasta. Salah satunya yang ingin kita dorong adalah pemanfaatan geotermal yang dalam WJIS kemarin disampaikan kementerian ESDM. Kemudian PLN, terkait pemanfaatan PLTMH sebanyak enam project. Beberapa project solar yang saat ini sudah berjalan dan biomassa. Total 1,7 miliar dollar atau Rp25,6 triliun. Tentunya kita berharap proyek ini dapat memasukkan investasi ke Jabar, selain juga dapat mendorong akselerasi renewable energy tetapi tentunya memiliki dampak terhadap kesejahteraan masyarakat," ucapnya.

Dia melanjutkan, dalam penawaran yang kini tengah digencarkan membutuhkan proses panjang, karena selain memakan waktu juga nilai investasi besar. Meski diakuinya nilai yang dihasilkan sebanding dengan upaya yang dijalani. Terlebih saat ini di Jawa Barat sendiri sudah ada beberapa proyek EBT yang telah dieksekusi, hasil kerjasama antara Pemprov dengan perusahaan asing, menjadi bukti potensi nyata untuk berinvestasi.

"Ini adalah offer di WJIS, tentunya hasil dari investor yang berminat terhadap renewable energy kita bisa tunggu beberapa hari setelah ini. Project energi jangka panjang dan berinvestasi tinggi (butuh waktu). Kita juga sudah ada investasi dari luar, Masdar dari Dubai. Kemudian project lain juga PLTB di Sukabumi itu juga investasi dari luar," terangnya.

Demi memberikan rasa aman dan meyakinkan investor untuk berinvestasi, pihaknya akan berupaya memberikan pelayanan maksimal. Mulai dari sosialisasi kepada masyarakat, bila lokasi EBT bersinggungan dengan pemukiman. Fasilitasi terhadap regulasi, hingga membantu menembus marketnya.
"Ini salah satu tantangan terkait kondisi sosial masyarakat (PLTB). Jadi PR kita, bagaumana meyakinkan masyarakat melalui sosialisasi secara lengkap untuk bisa menerima project ini. Regulasi, renewable energy yang dihasilkan swasta akan dibeli PLN. Bagaimana project ini masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Nanti ini akan business to business, dengan pemerintah sebagai fasilitasinya, untuk memastikan komunikasi berjalan baik," terangnya.

Apalagi kata Ai, di masa mendatang diyakini seluruh aktivitas manusia akan bersumber dari energi bersih. Kesulitan-kesulitan terhadap teknologi yang murah dalam optimalisasi EBT, lambat laun akan terealisasi seiring banyaknya permintaan seperti solar panel pada saat ini.

"Saat ini memang renewable energy dianggap masih mahal, karena teknologinya masih berkembang. Tantangan ini sudah dapat dibuktikan. Beberapa tahun lalu solar panel masih mahal. 1 KWh itu harganya Rp13 juta. Sekarang sudah mulai menurun. Ini akan terus berjalan, Insya Allah kedepan makin murah. Kita memiliki keniscayaan, kedepan seluruh aktivitas akan menggunakan renewable energy," yakinnya.

Tidak hanya itu, industri penyedia komponen konvensional turut didorong utk membuat suku cadang alat pendukung renewable energy kata Ai. Sehingga proses transisi dari metode lama ke energi bersih dapat berjalan, berujung keseluruhannya memanfaatkan tenaga dari renewable energy.

"Dari sisi industri tentu kita akan dorong untuk penyediaan komponennya, sehingga akhirnya lebih murah. Jadi semua berproses. Dengan keyakinan, kedepan kita akan menuju renewable energy. Insya Allah ekosistemnya terbangun. Apalagi tuntutan transisi energi ke energi bersih merupakan kesepakatan global. Industri pun dituntut oleh pasar untuk menghasilkan produk yang memanfaatkan energi bersih dan ini lebih diminati. Kita pun akan fasilitasi, pertama regulasi yang memudagkan mereka untuk transisi. Shifting. Berikut kendalanya. Misal batubara, diganti dengan biomassa. Itu akan kita pertemukan. Jadi ini sudah kepastian, tapi bertahap," tandasnya. (Yuliantono)***


Editor : JakaPermana