Imam Syafi'i Membagi Waktu Malamnya Menjadi Tiga

BAGAIMANA ulama kita membagi waktu? Kami sengaja menyebutkan kali ini agar bisa menjadi contoh bagi kita saat ini yang benar-benar banyak melalaikan waktu. Bagi kita, detik demi detik terlewat begitu saja tanpa manfaat apa-apa.

Imam Syafi'i Membagi Waktu Malamnya Menjadi Tiga

BAGAIMANA ulama kita membagi waktu? Kami sengaja menyebutkan kali ini agar bisa menjadi contoh bagi kita saat ini yang benar-benar banyak melalaikan waktu. Bagi kita, detik demi detik terlewat begitu saja tanpa manfaat apa-apa.

Diceritakan oleh Said Al-Hariri, para salaf ketika berada di waktu siang sibuk memenuhi hajat mereka, dan memperbaiki penghidupannya. Sedangkan di sore hari (waktu malam), mereka dalam keadaan beribadah dan shalat. (Hilyah Al-Auliya, 6: 200). Diceritakan oleh Shidqah, ia berkata, Amr bin Dinar biasa membagi waktu malam menjadi tiga: sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk berdiskusi, sepertiga untuk shalat malam. (Hilyah Al-Auliya, 3: 348).

Tentang Sulaiman At-Taimiy diceritakan oleh Hamad bin Salamah, ia berkata, "Kami tidaklah mendatangi Sulaiman At-Taimi melainkan ia berada dalam keadaan ibadah pada Allah. Di waktu shalat, kami melihatnya berada dalam keadaan shalat. Di selain waktu shalat, kami mendapati beliau entah sedang berwudhu, mengunjungi orang sakit, mengurus jenazah, atau duduk di masjid. Seakan-akan kami menganggap beliau tidak pernah bermaksiat sama sekali." (Hilyah Al-Auliya, 3: 28)

Tentang Imam Syafii, Imam Adz Dzahabi dalam Siyar Alam An-Nubala (10: 35) menyebutkan, Muhammad bin Bisyr Al-Akri dan selainnya berkata, telah bercerita pada kami Ar-Rabi bin Sulaiman, ia berkata, "Imam Syafii membagi waktu malamnya menjadi tiga: sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam kedua untuk shalat (malam) dan sepertiga malam terakhir untuk tidur." Imam Adz-Dzahabi menyebutkan, "Tiga aktivitas beliau ini diniatkan untuk ibadah."

Memang, waktu begitu penting untuk dijaga. Al-Auzai berkata, setiap detik yang terlewat di dunia akan ditampakkan pada hamba pada hari kiamat. Hari demi hari, waktu demi waktu, demikian. Jika satu detik tidak diisi dengan mengingat Allah, yang ada hanya kerugian belaka. Bagaimana lagi jika terlewat satu jam, satu hari, atau satu malam tanpa dzikrullah. (Hilyah Al-Auliya, 6: 142)

Semoga contoh salaf di atas bisa menjadi tauladan terbaik. Wallahu waliyyut taufiq. [Muhammad Abduh Tuasikal]


Editor : JakaPermana