Daya Saing Stagnan, Ekonom UGM Dorong Evaluasi Perusahaan Penerima Harga Gas Murah

Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menilai sektor industri dan perusahaan penerima harga gas murah justru membebani keuangan negara. Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah bisa segera mengevaluasinya.

Daya Saing Stagnan, Ekonom UGM Dorong Evaluasi Perusahaan Penerima Harga Gas Murah
Sejak diberlakukan pada 1 April 2020 program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan bandreol US$6 per MMBTU telah membuat tekor negara hingga Rp29 triliun. Sementara, penerimaan negara dari perusahaan penerima harga gas murah tersebut diperkirakan hanya sekitar Rp15 triliun. (ilustrasi)

INILAHKORAN, Bandung - Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menilai sektor industri dan perusahaan penerima harga gas murah justru membebani keuangan negara. Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah bisa segera mengevaluasinya.

Dia menuturkan, sejak diberlakukan pada 1 April 2020 program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan bandreol US$6 per MMBTU telah membuat tekor negara hingga Rp29 triliun. Sementara, penerimaan negara dari perusahaan penerima harga gas murah tersebut diperkirakan hanya sekitar Rp15 triliun. 

“Evaluasi oleh pemerintah terkait kebijakan subsidi perusahaan penerima harga gas murah yang membebani keuangan negara ini jelas harus dilakukan. Tetapi harus ada riset dari Kementerian Perindustrian atau Kementerian PPN/Bappenas. Jadi harus dilihat apakah manfaat yang didapatkan dari program HGBT sejauh ini melebihi subisidi yang dikeluarkan pemerintah,” kata Eddy, Selasa 8 Agustus 2023.

Baca Juga : Melalui Sinergi dan Kolaborasi, PPEI Dorong Produsen Liquid Jadi Barometer di Negara Sendiri 

Merurutnya, program HGBT itu otomatis menguntungkan industri yang masuk di dalamnya. Dia menegaskan, tidak mungkin negara terus menerus memberikan subsidi sementara perusahaan penerima harga gas murah penerima subsidi untungnya terus membesar karena subsidi itu. 

“Untuk jangka pendek subsidi harus tetap ada, tetapi perlu berbagai perbaikan, termasuk kualitas produk yang dihasilkan harus semakin baik. Selain itu, komunikasi pemerintah harus lebih baik seperti misalnya alasan penetapan HGBT, industri yang dipilih, manfaat yang didapatkan,” jelasnya. 

Berdasarkan data Kementerian ESDM, program harga gas US$6 per MMBTU menyebabkan penerimaan bagian negara hilang Rp 29,39 triliun. Hilangnya penerimaan negara sebesar itu terjadi akibat penyesuaian harga gas bumi setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). 

Baca Juga : Promo Nyalakan Kemerdekaan, PLN Beri Diskon Spesial Tambah Daya Hanya Rp170.845

Pemerintah menanggung penurunan penerimaan negara sebesar Rp16,46 trilun pada 2021 dan Rp12,93 triliun untuk 2022. Kebijakan HGBT mewajibkan pemerintah untuk menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontaktor. 

Halaman :


Editor : Doni Ramdhani