Lima Bulan Tinggal di Gubuk Reot Sempit, Heni dan Keluarga Harapkan Bantuan dari Pemda KBB

Udara dingin yang menusuk hingga ke tulang menjadi kondisi yang harus dibiasakan keluarga kecil Fatoni (47) dan Heni (43), serta anak bungsunya yang masih berusia 1,5 tahun selama lima bulan terakhir.

Lima Bulan Tinggal di Gubuk Reot Sempit, Heni dan Keluarga Harapkan Bantuan dari Pemda KBB
Udara dingin yang menusuk hingga ke tulang menjadi kondisi yang harus dibiasakan keluarga kecil Fatoni (47) dan Heni (43), serta anak bungsunya yang masih berusia 1,5 tahun selama lima bulan terakhir./Agus Satia Negara
INILAHKORAN, Ngamprah - Udara dingin yang menusuk hingga ke tulang menjadi kondisi yang harus dibiasakan keluarga kecil Fatoni (47) dan Heni (43), serta anak bungsunya yang masih berusia 1,5 tahun selama lima bulan terakhir.
Kondisi tersebut mereka rasakan di dalam sebuah gubuk berukuran 1,5 x 2 meter di Kampung Cidadap, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Terlebih, dikala musim hujan tiba udara dingin semakin menyiksa tubuh lantaran kondisi gubuk tersebut hanya terbuat dari papan bekas. Bahkan, pintu gubuk tersebut hanya ditutupi sehelai kain bekas.
"Sudah lima bulan kami tinggal di gubuk bekas saung yang dulunya biasa dipakai kumpul-kumpul anak muda," ujar Heni kepada wartawan, Rabu 15 Februari 2023.
Ia mengaku, sebelum tinggal di gubuk tersebut, Heni bersama keluarganya sempat tinggal di rumah orang tua Fatoni.
Namun demikian, dikarenakan rumah orang tua Fatoni dijual, keluarga Heni terpaksa memanfaatkan sepetak tanah milik keluarganya untuk dijadikan tempat tinggal.
"Kami bingung mau tinggal di mana lagi. Kalau numpang di rumah ibu kan sempit, jadi kami terpaksa pakai gubuk bekas saung untuk dijadikan tempat tinggal," ujarnya.
Ia mengaku, bersama keempat orang anaknya memiliki keterbatasan tempat tinggal yang sempit. Oleh karenanya, dirinya terpaksa menitipkan tiga anaknya kepada orang tuanya.
Sedangkan, anak bungsunya yang masih berusia 1,5 tahun tetap dibawa tinggal di gubuk reot tersebut.
"Karena kondisi ruangannya sempit, tiga orang harus dititipkan di rumah ibu saya," ujarnya.
Ia mengungkapkan, penghasilannya sebagai buruh serabutan memaksa Fatoni dan Heni hidup seadanya di gubuk tersebut.
“Penghasilan suami saya itu tidak tentu, kadang satu hari Rp 50 ribu, bahkan satu minggu hanya dapat Rp 50 ribu,” ungkapnya.
Bagi mereka, tidak makan sehari sudah menjadi hal yang biasa dikarenakan keterbatasan penghasilan. Oleh karenanya, sambung dia, dirinya bersama keluarga hanya bisa pasrah dan menerima kondisinya.
"Kami berharap bantuan dari Pemerintah Daerah, seperti program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)," ujarnya.
Namun, lanjut dia, dirinya pun tak lupa untuk selalu mengajarkan kepada anaknya untuk selalu bersyukur meski kondisi keluarganya memprihatinkan.
"Segala yang kita dapat harus tetap kita syukuri, meski sempit masih ada tempat tinggal. Namun, kami tetap berharap untuk mendapat bantuan agar anak-anak bisa tinggal di tempat yang layak," ungkapnya.
Mendapat informasi ada warganya yang tinggal di rumah dengan kondisi tak layak huni, Pemerintah Desa Padalarang langsung memberikan respons dengan menempatkan keluarga Fatoni di sebuah kontrakan yang tak jauh dari lokasi gubuk tersebut.
"Keluarga bu Heni kita pindahkan dulu ke rumah kontrakan. Saya bersama perangkat Desa Padalarang bakal mencari solusi ke depan untuk bu Heni sekeluarga," ungkap Ketua RW 12, Kampung Cidadap, Benny Berlan.
Ia menyebut, pihaknya bakal secepatnya mengajukan perbaikan adminduk kepada pihak desa untuk persyaratan supaya mendapatkan bantuan.
“Kebetulan lahan yang dipakai tempat tinggal oleh keluarga bu Heni ini milik orang tuanya, kami bersama Pemdes Padalarang akan membantu membuat rumah layak huni,” tutupnya.*** (agus satia negara)


Editor : JakaPermana