Prasangka Buruk yang Tak Mengantarkan pada Dosa

DZAN (prasangka) yang dibolehkan, adalah prasangka yang tidak mengantarkan kepada dosa. Allah berfirman, "Karena sebagian dari prasangka itu dosa." (QS. Al-Hujurat: 12)

Prasangka Buruk yang Tak Mengantarkan pada Dosa

DZAN (prasangka) yang dibolehkan, adalah prasangka yang tidak mengantarkan kepada dosa. Allah berfirman, "Karena sebagian dari prasangka itu dosa." (QS. Al-Hujurat: 12)

Pemahaman kebalikannya, ada sebagian prasangka yang bukan dosa. Al-Qurthubi mengatakan, "Dzan dalam syariat ada 2: terpuji dan tercela. Dzan yang terpuji adalah dzan yang tidak membahayakan agama orang yang berprasangka dan orang yang menjadi sasaran prasangka, ketika itu sampai kepadanya. Sementara dzan yang tercela adalah dzan kebalikannya." (Tafsir al-Qurthubi, 16/332).

Kemudian al-Qurthubi menyebutkan firman Allah di surat al-Hujurat: 12. Diantara dzan yang boleh adalah dzan kepada orang yang secara lahiriyah dia jahat, atau terbiasa melakukan maksiat secara terang-terangan. As-Syaukani mengatakan, "Untuk orang jahat, berakhlak jelek, menurut kami, kita boleh memiliki suudzan sesuai yang mereka tampakkan." (Fathul Qadir, 7/16)

Nabi shallahu alaihi wa sallam pernah suudzan kepada orang munafik. Beliau mengatakan kepada Aisyah, "Saya menyangka fulan dan fulan sama sekali tidak mengerti agama kita." (HR. Bukhari 6067)

Kata Laits bin Sad, yang dimaksud Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah dua orang dari kalangan munafiq. Ini juga yang dilakukan para sahabat, ketika mereka melihat ada orang yang secara lahiriyah bermasalah. Seperti, prasangka para sahabat untuk orang yang tidak hadir shalat jemaah. Ibnu Umar mengatakan, "Dulu, ketika kami tidak menemukan seseorang ketika jamaah isya, maka kami memiliki suudzan kepadanya."

Karena itu, boleh saja orang suudzan kepada orang lain yang memiliki gelagat bermasalah. Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]


Editor : JakaPermana