Sikap Kami: Angin Segar di Kertajati

BANYAK hal jadi penyebab Bandara Internasional Jawa Barat atau BIJB Kertajati mati suri. Orang yang tak senang, menyebutnya sebagai proyek mangkrak. Padahal, sebenarnya meleset perhitungan saja.

Sikap Kami: Angin Segar di Kertajati
BIJB Kertajati akan kembali menderu dengan dan akan melayani penerbangan umrah dan haji.

BANYAK hal jadi penyebab Bandara Internasional Jawa Barat atau BIJB Kertajati mati suri. Orang yang tak senang, menyebutnya sebagai proyek mangkrak. Padahal, sebenarnya meleset perhitungan saja.

BIJB Kertajati dirancang selesai berbarengan dengan tuntasnya pengerjaan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu). Dengan begitu, waktu tempuhnya hanya sekitar 1,5 jam. Kira-kira setaralah dengan jarak tempuh Jakarta Timur ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

BIJB Kertajati selesai tepat waktu, Tol Cisumdawu tidak. Sudah biasa, penyelesaian pembangunan jalan tol waktunya demikian panjang. Utamanya adalah karena pembebasan lahan yang berbelit-belit.

Baca Juga : Sikap Kami: 77 Tahun Jawa Barat

Situasi itu membuat BIJB Kertajati seperti istana di tengah hutan. Infrastruktur pendukungnya tak memadai. Warga Jawa Barat lebih senang terbang melalui Soekarno-Hatta atau bahkan Husein Sastranegara. Setidaknya lebih banyak alternatif.

Belakangan, muncul pula pandemi Covid-19. BIJB Kertajati termasuk salah satu bandara yang paling terdampak. Dia istirahat total. Sama seperti satu-dua bandara yang baru selesai dibangun di era Presiden Joko Widodo.

Mestinya ada jalan keluar yang diambil pemerintah saat itu. Tapi, pandemi Covid-19 merintangi. Pergerakan orang menjadi sangat terbatas. Maskapai-maskapai penerbangan terpukul. BIJB Kertajati ikut terpukul.

Baca Juga : Sikap Kami: Panas ke Gedung Sate

Kini, pemerintah menemukan solusi. Sambil menunggu penuntasan Tol Cisumdawu, BIJB dijadikan embarkasi haji dan umrah. Ini langkah yang bagus, meski tetap belum maksimal memanfaatkan fasilitas bandara.

Halaman :


Editor : Zulfirman