Ade Yasin Disebut Dua Saksi Ahli Tidak Ikut Suap Dalam Kewenangannya

Terdakwa kasus suap kepada anggota BPK Jabar, Bupati Bogor non aktif, Ade Yasin, disebutkan tidak dapat diseret untuk di proses hukum, dalam perkara suap.

Ade Yasin Disebut Dua Saksi Ahli Tidak Ikut Suap Dalam Kewenangannya
Terdakwa kasus suap kepada anggota BPK Jabar, Bupati Bogor non aktif, Ade Yasin, disebutkan tidak dapat diseret untuk di proses hukum, dalam perkara suap./inilah.com

INILAHKORAN, Bandung - Terdakwa kasus suap kepada anggota BPK Jabar, Bupati Bogor non aktif, Ade Yasin, disebutkan tidak dapat diseret untuk di proses hukum, dalam perkara suap.

Pasalnya fungsi kuasa pengguna anggaran, ada pada perangkat daerah yang juga sebagai pengguna barang. Bukan oleh kepala daerah.

"Kepala daerah tugasnya hanya menyusun RAPBD, kemudian menyusun Perkada (Peraturan Kepala Daerah). Hanya sampai di situ," ujar saksi ahli dari Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendagri, Arsan Latif, yang memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor, pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (29/8/2022).

Menurut dia, dugaan suap kepada auditor BPK yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah Kabupaten Bogor, bukan tanggung jawab Ade Yasin. Hal itu karena juga didasari dalam Peraturan Peraturan (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan daerah.

"Siapa yang melaksanakan anggaran itu? Kepala OPD (organisasi perangkat daerah), sudah jelas itu aturannya. Siapa yang melaksanakan pertanggungjawaban? Kepala OPD. Jadi di mana kaitannya dengan kepala daerah," kata Arsan.

Saksi ahli lainnya, yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra menuturkan kepala daerah hanya memiliki fungsi strategis. Sedangkan fungsi teknis dijalankan oleh pejabat di bawahnya.

"Fungsi teknisnya oleh pejabat-pejabat daerah. Sebagai pemegang kekuasaan, kepala daerah berda pada struktur tertinggi. Secara teknis, penanggungjawabnya adalah PA (pengguna anggaran) KPA (kuasa pengguna anggaran), dan PPK (pejabat pembuat komitmen)," katanya.

Ia kemudian memberi contoh berupa penyimpangan yang dilakukan oleh menteri yang tidak melulu dipertanggungjawabkan oleh Presiden sebagai kepala negara.

"Ada mandat dan delegasi antara menteri dan presiden. Tidak selalu presiden bertanggung jawab karena ada delegasi," ujarnya.(Caesar Yudistira)***


Editor : JakaPermana