Distan Kabupaten Cirebon Dorong Petani Milenial Berkreasi

Distan Kabupaten Cirebon mendorong para petani milenial untuk terus berkreasi dan tidak terpaku di bidang holtikultura.

Distan Kabupaten Cirebon Dorong Petani Milenial Berkreasi
Distan Kabupaten Cirebon mendorong petani milenial terus berkreasi.
INILAHKORAN, Cirebon - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon melalui Dinas Pertanian (Distan) tengah mendorong adanya regenerasi petani dengan membentuk petani milenial.
 
Selain itu, Distan Kabupaten Cirebon juga tengah mendorong petani milenial untuk bisa mengolah area pertanian yang ramah lingkungan.
 
Kepala Distan Kabupaten Cirebon, Asep Pamungkas, menyampaikan, para petani milenial tidak harus terpaku pada pertanian bidang holtikultura saja.
 
Tapi petani milenial juga harus bisa terjun di bidang padi-padian dengan tetap mewujudian pertanian yang ramah lingkungan.
 
Asep mencontohkan, salah satu warga asal Desa Tegalkarang, Kecamatan Palimanan, Rojai, bisa menjadi percontohan petani milenial yang berhasil menerapkan teknologi ramah lingkungan.
 
 
Menurut Asep, petani milenial tersebut menerapkan penggunaan teknologi ramah lingkungan berupa pupuk organik dari kotoran sapi yang dikelola menjadi pupuk organik. 
 
"Untuk tanaman padinya pun memakai pupuk organik dan tidak memakai pestisida. Pertanian ramah lingkungan itu pertanian yang tidak merusak lingkungan," ujar Asep, Jumat 12 November 2021
 
Asep menjelaskan, memakai pupuk pabrikan ternyata sisa yang tidak terserap tanaman akan menjadi racun. Sehingga tanah menjadi keras dan susah diolah karena tidak gembur lagi.
 
Selain itu, ketika terus menerus menumpuk, PH tanah menjadi asam dan tidak memiliki unsur hara.
 
 
"Kalau terlalu lama menggunakan pupuk unorganik, residunya mengakibatkan gabah juga mengandung pestisida, jadi tidak bagus," kata Asep.
 
Begitupun lanjutnya, ketika memberantas hawa wereng. Biasanya petani ingin yang instan, yakni satu kali semprot hama wereng langsung mati. Padahal, jika sering menggunakan insektisida dengan dosis tinggi, lama kelamaan hama menjadi kebal.
 
Ketika sudah kebal dan tidak bisa lagi disemprot, akhirnya menggunakan pestisida untuk palawija yang dosisnya lebih tinggi. 
 
"Dan ketika pestisida palawija yang dipakai tadi tidak mempan, akhirnya solar masuk, oli masuk. Ini yang berbahaya, akhirnya merusak lingkungan," terangnya.
 
 
Asep menambahkan, akan ada perbedaan ketika bahan organik seperti dari air kencing sapi.
Selain bisa sebagai pupuk, air kencing sapi juga bisa digunakan sebagai insektisida dengan
biaya yang lebih rendah, tanaman lebih aman dan tanah menjadi subur. 
 
"Sekarang petani milenial mulai tertarik memanfaatkan lahan sempit untuk ditanami anggur eropa, dan bisa panen. Bahkan bisa menjual bibitnya. Itu sudah ada di Kabupaten Cirebon," tukasnya.*** (maman suharman)
 
 


Editor : inilahkoran