Hukum Membuka Hijab di Hadapan Waria

KEBERADAAN wanita setengah pria (waria) adalah fenomena yang tak terelakkan dalam kehidupan masyarakat kita saat ini. Lepas dari sifat pembawaan, mereka sesungguhnya juga tumbuh dari lingkungan pergaulan yang memang jauh dari nilai-nilai Islam.

Hukum Membuka Hijab di Hadapan Waria
Ilustrasi/Net

KEBERADAAN wanita setengah pria (waria) adalah fenomena yang tak terelakkan dalam kehidupan masyarakat kita saat ini. Lepas dari sifat pembawaan, mereka sesungguhnya juga tumbuh dari lingkungan pergaulan yang memang jauh dari nilai-nilai Islam.

Oleh karena itu, tuntunan agama menjadi modal penting bagi kita untuk dapat menghadapi derasnya arus penyesatan. Lalu bagaimana tuntunan berhijab bagi wanita di hadapan waria?

Allah dengan kekuasaan-Nya yang maha sempurna menciptakan dua jenis manusia, laki-laki dan wanita, di mana masing-masingnya memiliki tabiat berbeda. Secara keumuman dan kewajaran, laki-laki memang diciptakan memiliki kecenderungan, senang, dan tertarik terhadap wanita. Demikian pula sebaliknya. Namun ada di antara laki-laki yang memiliki kelainan sehingga tidak tertarik dan tidak memiliki syahwat terhadap wanita.

Baca Juga : Kenali dan Cintai Diri Kunci Tetap Tangguh Secara Mental

Mereka inilah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:"Atau laki-laki yang mengikuti kalian yang tidak punya syahwat terhadap wanita." (An-Nur: 31)

Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Manusia berbeda pendapat tentang makna firman Allah: Ada yang berpendapat: orang itu adalah laki-laki yang pandir/ dungu yang tidak berhajat (tidak berselera) terhadap wanita. Ada yang berpendapat: orang yang lemah akalnya. Ada pula yang berpendapat: laki-laki yang mengikuti (tinggal bersama) suatu kaum, makan bersama mereka dan menggantungkan hidupnya pada mereka, sementara dia punya kelemahan sehingga tidak menaruh perhatian terhadap wanita dan tidak berselera dengan wanita. Ada pula yang berpendapat: dia adalah laki-laki yang lemah dzakar1. Yang lain mengatakan: laki-laki yang dikebiri. Ada yang berkata: dia mukhannats (banci)2. Namun ada juga yang berpendapat: laki-laki yang tua renta dan anak kecil yang belum baligh. Perbedaan pendapat ini sebenarnya menunjukkan makna yang berdekatan (hampir sama), yang intinya laki-laki yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah yang tidak paham dan tidak ada keinginan yang membangkitkannya kepada soal wanita." (Al-Jami li Ahkamil Quran, 12/156)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi berkata dalam tafsirnya: () yaitu laki-laki yang mengikuti kalian dan bergantung kepada kalian sementara mereka tidak memiliki syahwat terhadap wanita seperti orang yang kurang waras yang tidak tahu tentang keindahan wanita, atau seperti laki-laki yang lemah dzakarnya sehingga tidak memiliki syahwat sedikitpun, baik pada kemaluannya maupun dalam hatinya. Laki-laki yang seperti ini keadaannya tidaklah ada kekhawatiran pada dirinya bila memandang (wanita)." (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 566)

Baca Juga : Akhlak Baik dari Hati yang Baik

Dalam ayat disebutkan lafadz () (laki-laki yang mengikuti), dari sini muncul perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah pengikutan itu merupakan syarat atau tidak? Di antara mereka ada yang menganggapnya sebagai syarat, sama saja apakah laki-laki itu merupakan khadim (pembantu), pelayan, atau orang yang menggantungkan hidupnya (minta makan dan minumnya) pada suatu kaum. Sehingga dalam hal kebolehan memandang ini, harus terkumpul dua syarat; laki-laki itu tidak punya syahwat terhadap wanita dan dia merupakan tabi (pembantu, pelayan, atau orang yang bergantung hidupnya pada keluarga tertentu). Demikian ditunjukkan oleh dzahir ayat: ().

Halaman :


Editor : Bsafaat