Kepada Moeldoko, Petani Garam di Kabupaten Cirebon Curhat Minta HET Diterapkan

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima curhat para petani garam di Desa Rawa Urip, Kabupaten Cirebon.

Kepada Moeldoko, Petani Garam di Kabupaten Cirebon Curhat Minta HET Diterapkan
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (tengah).

INILAH, Cirebon - Kepada Staf Kepresidenan Moeldoko, petani garam di Desa Rawa Urip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon menginginkan Harga Eceran Tertinggi (HET) segera diberlakukan.
 
Keinginan para petani garam tak lain agar harga garam tidak dipermainkan sejumlah oknum. Selain itu, petani garam asal Rawa Urip mengeluhkan tingkat abrasi laut sangat tinggi. Alhasil sangat berpengaruh terhadap produksi garam.
 
Hal itu disampaikan petani pada saat Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko berkunjung ke lokasi tambak garam, Jumat 8 Oktober 2021.
 
 
Salah seorang petani garam, Ismail Marzuki mengungkapkan, harga garam saat ini sangat tidak berpihak pada petani. Oleh karena itu, dirinya menginginkan adanya penerapan HET pada garam hasil produksi petani tradisional. 
 
"Sudah dua tahun ini harga produksi garam menurun drastis, jadi kami minta ada penerapan HET untuk garam supaya ada standarisasi harga bagi garam yang kami produksi," kata Ismail.
 
Bukan hanya itu, persoalan abrasi pun berpengaruh besar pada hasil produksi garam. Hal itu secara langsung berimbas pada petani garam yang ada di Kabupaten Cirebon.
 
 
"Persoalan abrasi laut juga itu menjadi persoalan pokok, jadi kami berharap kepada pak Moeldoko untuk bisa mengetahui kondisi fakta ini," ungkap Ismail.
 
Untuk meningkatkan kualitas produksi agar dapat masuk bagi kebutuhan garam industri, Ismail juga meminta pemerintah bisa memenuhi kebutuhan alat terutama plastik geomembran agar dapat meningkatkan NaCL pada garam sehingga bisa masuk untuk kebutuhan industri.
 
"Supaya produksi kami bisa masuk untuk kebutuhan garam industri kami meminta bantuan plastik geomembran, karena harga satu gulung plastik geomembran harganya Rp 5 juta. Jujur saja untuk harga segitu kami tidak sanggup belinya," ucap Ismail.
 
Menanggapi keluhan petani garam itu, Moeldoko menjelaskan pada tahun 2020 Pemerintah memerlukan 4 juta ton garam. Sedangkan untuk kebutuhan industri sebanyak 3 juta sedangkan kemampuan produksi garam lokal 1,3 juta ton. Oleh karena itu, pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan import garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional.
 
 
"Kenapa harus import garam, karena untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Jadi nanti akan saya tindak lanjuti bersama menteri yang berkaitan supaya produksi garam nasional meningkat," ungkap Moeldoko.
 
Maka untuk bisa bersaing, sambung Moeldoko, terdapat tantangan bagi petani untuk meningkatkan kualitas produksi garam. Terlebih lagi dalam jangka waktu dekat, ada dua program pemerintah. Yaitu merevitalisasi bibir pantai serta melakukan kegiatan import garam yang nanti tidak diserahkan pada pihak ketiga. Namun diserahkan langsung pada industri penggunaannya. Sehingga dapat menghindari penyimpangan yang bocor ke pasar masyarakat.
 
 
"Pemerintah mendorong petani garam tumbuh dengan baik dari sisi produksi, dan yang harus diantisipasi sama petani garam setelah saya dapatkan informasi dari BMKG, cuaca kedepan akan tidak baik bagi petani garam maka harus diantisipasi oleh petani," tukas Moeldoko.*** (maman suharman)
 
 
 


Editor : inilahkoran