Para Penyuap Hakim Agung Non Aktif Jalani Sidang Perdana

Para penyuap Hakim Agung non aktif Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, yakni dari pihak Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, didakwa memberi suap dalam rentang waktu mulai tahun 2021 hingga 2022.

Para Penyuap Hakim Agung Non Aktif Jalani Sidang Perdana
Para penyuap Hakim Agung non aktif Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, yakni dari pihak Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, didakwa memberi suap dalam rentang waktu mulai tahun 2021 hingga 2022./Caesar Yudistira

INILAHKORAN, Bandung - Para penyuap Hakim Agung non aktif Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, yakni dari pihak Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, didakwa memberi suap dalam rentang waktu mulai tahun 2021 hingga 2022.

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Sandi Septi Burhanta Hidayat, disebutkan jika para terdakwa mulanya memberi uang senilai 200 ribu Dollar Singapura kepada Sudrajad.

Uang tersebut, guna mengabulkan kasasi perkara perdata dengan tergugat Ketua Umum KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman. Uang suap diberikan melalui perantara dua pengacaranya yakni Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.

"Untuk mempengaruhi Sudrajad Dimyati selaku Hakim Agung yang memeriksa agar mengabulkan kasasi perdata," kata Sandi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Senin (20/2/2023).

Alhasil, Sudrajat pun mengamini permintaan tersebut. Setelah dikabulkan, Budiman mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) untuk membatalkan putusan.

Para terdawa pun berinisiatif memberikan lagi uang senilai 202 ribu Dollar Singapura kepada Desy Yustria, Muhajir Habibie, dan Albasri selaku PNS pada Kepaniteraan MA serta Edy Wibowo yang menjabat selaku Hakim Yustisial di MA.

Uang tersebut diberikan oleh para terdakwa agar dapat dihubungkan dengan Hakim Agung, Takdir Rahmadi, yang bertugas untuk mengurusi PK di MA.

"Agar permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana ditolak," ucap Sandi.

Sementara itu, khusus untuk Tanaka, terdapat kasus lainnya yang disebut dalam dakwaan. Tanaka disebut telah memberikan uang senilai 110 ribu Dollar Singapura kepada Hakim Agung, Gazalba Saleh. Uang itu diberikan untuk mengurusi perkara pidana dengan tergugat yang sama yakni Budiman.

"Pemberian hadiah atau janji tersebut dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan Gazalba Saleh selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI," kata jaksa.

Akibat perbuatannya, dua terdakwa didakwa Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Lalu, Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, atas dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, pihak Tanaka maupun Ivan tak akan mengajukan upaya eksepsi. Dengan begitu, sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh jaksa.

"Kami tidak mengajukan eksepsi yang mulia," kata kuasa hukum dari Tanaka.

"Bagaimana terdakwa Ivan?" tanya Ketua Majelis Hakim, Syarif.

"Kami tidak mengajukan yang mulia," kata kuasa hukum dari Ivan.

"Jadi, sidang selanjutnya untuk memberi kesempatan pada penuntut umum menghadirkan saksi-saksi," ungkap Syarif.***


Editor : JakaPermana