Sikap Kami: Masih Perlukah PPKM?

KADANG-KADANG, ingin kita menjawab tidak, untuk pertanyaan tersebut. Bukan karena kita sudah bebas dari ancaman pandemi. Tapi, kita seperti putus asa menghadapi ulah-ulah bebal para pejabat yang seenak perutnya melanggar.

Sikap Kami: Masih Perlukah PPKM?

KADANG-KADANG, ingin kita menjawab tidak, untuk pertanyaan tersebut. Bukan karena kita sudah bebas dari ancaman pandemi. Tapi, kita seperti putus asa menghadapi ulah-ulah bebal para pejabat yang seenak perutnya melanggar.

Regulasi di tengah pembatasan aktivitas, seolah hanya berlaku untuk warga biasa. Bagi warga istimewa, termasuk para pejabat, regulasi itu seperti tak bermakna. Dia hanya jadi penghias bibir pejabat-pejabat, penikam rakyat, termasuk lawan politik, tapi kemudian menjadi lemah lembut untuk mereka yang berada di kekuasaan.

Adakah pejabat yang dekat dengan kekuasaan mendapatkan sanksi akibat tindakan yang memicu pelanggaran protokol kesehatan? Nol! Tak ada sama sekali. Padahal, ulah mereka menciptakan keramaian untuk hal-hal tak penting sama sekali.

Baca Juga : Sikap Kami: Menangislah Cimahi

Ada pejabat teras negeri yang doyan berbagi-bagi bingkisan untuk rakyat. Tiada peduli atas kerumunan yang terjadi akibat ulahnya. Ironisnya, itu berulang dan terus saja berulang. Seperti tanpa salah sama sekali.

Ada pejabat di berbagai daerah menggelar pesta perayaan ini-itu. Dia, bersama bawahannya, yang juga pejabat-pejabat, suka-sukanya bikin acara. Tanpa protokol kesehatan. Padahal, dia pula yang membuat aturan rakyatnya tak boleh menggelar pesta, bahkan untuk pesta pernikahan yang terbatas sekalipun.

Ampun, begini amat negeri ini diberi pemimpin tanpa empati, minim responsibilitas. Salah apa yang telah dilakukan rakyat negeri? Dosa apa yang mereka perbuat sehingga harmonisasi jauh panggang dari api?

Baca Juga : Sikap Kami: Imunitas di Pengadilan

Ingin kita kembali ke masa-masa sebelum ini, ketika pemimpin dan pejabat adalah teladan. Ketika sama kata dan perbuatan. Ketika hukum yang adil bisa diharapkan. Ketika cakak kata hanya terjadi di ruang debat dan selesai itu kembali bersahabat.

Halaman :


Editor : Zulfirman