Tak Sesuai Laporan PADes, Warga Desa Cikidang Tuntut Transparansi Uang Sewa Tanah Carik ke Kades

Sejumlah persoalan yang berkaitan dengan aset desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terus mencuat ke permukaan.

Tak Sesuai Laporan PADes, Warga Desa Cikidang Tuntut Transparansi Uang Sewa Tanah Carik ke Kades
Sejumlah persoalan yang berkaitan dengan aset desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terus mencuat ke permukaan./Agus Satia Negara
INILAHKORAN, Ngamprah - Sejumlah persoalan yang berkaitan dengan aset desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terus mencuat ke permukaan.
Sebelumnya, kasus dugaan sertifikat tanah yang dijaminkan Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang kini tengah dalam pemeriksaan Pemerintah Daerah (Pemda) KBB melalui Inspektorat.
Pemeriksaan tersebut dilakukan menyusul adanya pelaporan yang diterima dari pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mekarwangi dan Kecamatan Lembang, soal dugaan sertifikat tanah kantor desa yang telah dijaminkan kepala desa untuk meminjam uang Rp200 juta. 
Terbaru, tokoh masyarakat Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) mempertanyakan transparansi pengelolaan tanah carik desa seluas sekitar 12 hektare.
Sebab, hasil sewa tanah carik desa dari para penggarap seluas 12 hektare atau 8.000 tumbak di Desa Cikidang sebesar Rp200 Juta. 
Kendati demikian, berdasarkan data yang tercantum pada PADes Cikidang tahun 2021 hanya sebesar Rp40 juta.
Tokoh Desa Cikidang, Aep Sofyan menyebut, warga saat ini mempertanyakan transparansi dan pengelolaan tanah carik desa ke kepala desa.
"Harga sewa dari penggarap itu Rp200 juta, tapi kenapa yang dimasukan ke PADes hanya Rp40 juta, selisihnya kemana?" katanya kepada wartawan.
Ia menuturkan, sejumlah tokoh masyarakat Cikidang, BPD, ketua RW dan kepala dusun, sudah melakukan musyawarah untuk mendapatkan penjelasan pengelolaan tanah carik Desa Cikidang
Kemudian, sambung dia, hal itu ditindaklanjuti oleh pihak BPD dengan mengadakan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus). 
"Tujuannya untuk mempertanyakan ke kepala desa, kemana uang sewa penggarap tanah carik desa tersebut dan dipergunakan untuk apa saja," ujarnya.
Kendati demikian, jelas dia, tidak ada titik temu dan penjelasan dari kepala desa langsung sehingga membuat warga semakin menuntut adanya transparansi yang jelas. 
"Wajar kalau warga mempertanyakan pengelolaan sewa tanah carik, karena itu adalah potensi pemasukan yang harus masuk ke kas desa," jelasnya.
Lebih jauh ia menerangkan, di tanah carik tersebut juga terdapat dua tower yang pasti ada juga uang sewanya. Namun warga sekarang masih fokus mempertanyakan kemana selisih uang sewa penggarap yang tidak masuk ke PADes. 
"Sampai sekarang belum ada penjelasan dari kades, padahal warga berharap ada keterbukaan," keluhnya.
Sementara itu, Ketua BPD Cikidang, Dadan Darsita mengakui jika sewa tanah carik yang dimasukan ke PADes sebesar Rp40 juta dan sisanya tidak dimasukan. 
Kendati begitu, pihaknya pun belum mendapat laporan dari kades hingga saat ini. 
"Kami sudah minta ke kades, uang yang tidak masuk ke PADes harus dibuat pembukuan jelas. Tapi sampai sekarang kami belum menerima laporannya," katanya.
Terpisah, Kepala Desa Cikidang, Heri mengatakan, memiliki laporan sisa sewa tanah carik desa Cikidang dan itu hanya akan dilaporkan ke BPD. 
"Laporannya sudah ada dan akan diserahkan ke BPD tidak ke warga. Tapi kalau warga tahunya dari BPD silahkan saja," ujarnya.*** (agus satia negara).


Editor : JakaPermana