Terpidana E-KTP Irman Zahir Bebas

Irman Zahir, yang merupakan mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, akhirnya dapat menghirup udara bebas, setelah menjalani proses hukum di Lapas Sukamiskin, Kota Bandung.

Terpidana E-KTP Irman Zahir Bebas
Irman Zahir, yang merupakan mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, akhirnya dapat menghirup udara bebas, setelah menjalani proses hukum di Lapas Sukamiskin, Kota Bandung./dokumen Bapas

INILAHKORAN, Bandung - Irman Zahir, yang merupakan mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, akhirnya dapat menghirup udara bebas, setelah menjalani proses hukum di Lapas Sukamiskin, Kota Bandung.

Irman dinyatakan bebas bersyarat mulai hari ini, Jumat (16/9/2022).

"Hari ini yang bersangkutan bebas bersyarat, kita terima dari Lapas Sukamiskin," kata Koordinator Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, Budiana.

Dalam program bebas bersyarat ini, Irman akan melakukan bimbingan di Bapas Jakarta Timur Utara. Irman pun harus menjalani wajib lapor sebanyak satu kali setiap bulannya hingga tanggal 29 Juli 2027 mendatang.

"Yang bersangkutan wajib lapor setiap bulan satu kali," ucap dia.

Dirinya juga harus ikuti pembimbingan yang diadakan Bapas. Menurut dia, selama menjalani program pembimbingan, Irman diperkenankan untuk keluar negeri asalkan ada izin dari Menteri Hukum dan HAM.

"Keluar negeri boleh tapi harus sesuai dengan izin dari bapak Kemenkumham," tandas dia.

Sebelumnya, Irman bersama mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Sugiharto, menjadi orang pertama yang dijerat terkait kasus e-KTP. Keduanya pun dinilai bersalah melakukan korupsi yang membuat negara rugi hingga Rp 2,3 triliun itu.

Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis selama 7 tahun penjara bagi Irman dan 5 tahun penjara bagi Sugiharto. Vonis tersebut telah sesuai tuntutan jaksa KPK.

Selain itu, putusan di tingkat pertama juga mewajibkan Irman membayar uang pengganti senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta yang sudah dikembalikan. Jika tidak diganti 2 tahun bui. Sementara Sugiharto harus membayar USD 50 ribu dikurangi pengembalian USD 30 ribu dan satu unit Honda Jazz senilai Rp 150 juta, jika tidak dipenjara 1 tahun.

Namun jaksa KPK menyatakan banding, lantaran terdapat nama-nama penting yang belum ada dalam putusan tersebut. Selain itu, vonis uang pengganti juga belum sesuai permintaan jaksa.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permintaan jaksa KPK dengan memperberat uang pengganti. Irman wajib membayar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar, dikurangi USD 300 ribu subsider 2 tahun bui. Adapun Sugiharto harus membayar USD 450 ribu dan Rp 460 juta, dikurangi USD 430 ribu dan sebuah mobil senilai Rp 150 juta yang telah dikembalikan ke KPK, subsider 1 tahun penjara.

Masih tak puas, KPK kembali mengajukan kasasi ke MA. KPK menyatakan upaya kasasi untuk memperjuangkan status JC Irman dan Sugiharto yang ditolak hakim di tingkat pertama dan banding.

Di tangan Hakim Agung Artidjo Alkostar, hukuman keduanya justru jauh lebih tinggi dan melebihi tuntutan jaksa KPK. Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 15 tahun penjara. Keduanya juga dihukum denda masing-masing Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Ancaman pidana apabila uang pengganti tak dibayar juga naik menjadi 5 tahun penjara untuk Irman dan 2 tahun untuk Sugiharto. Alhasil keduanya mengajukan PK dengan berharap putusan hukuman diperingan.

Belakangan, PK keduanya dikabulkan. Alhasil hukuman mereka pun dipotong. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara. Sementara Sugiharto dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 10 tahun bui. (Caesar Yudistira)***


Editor : JakaPermana