Jabar Urutan Keempat Tingkat Kerawanan Pemilu, Bawaslu Siapkan Sejumlah Antisipasi 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyiapkan sejumlah antisipasi agar kontestasi politik khususnya di Jawa Barat tetap berjalan baik. Hal ini menyusul Provinsi Jawa Barat yang menempati urutan keempat kategori tingkat tinggi kerawanan Pemilu secara nasional. 

Jabar Urutan Keempat Tingkat Kerawanan Pemilu, Bawaslu Siapkan Sejumlah Antisipasi 
Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyakarat (P2M) Bawaslu Jabar, Zaki Hilmi
INILAHKORAN, Bandung-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyiapkan sejumlah antisipasi agar kontestasi politik khususnya di Jawa Barat tetap berjalan baik. Hal ini menyusul Provinsi Jawa Barat yang menempati urutan keempat kategori tingkat tinggi kerawanan Pemilu secara nasional. 
Bawaslu Jawa Barat mencatat, provinsi dengan tingkat kerawanan pemilu tertinggi adalah DKI Jakarta, disusul Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Barat dan Kalimantan Timur.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyakarat (P2M) Bawaslu Jabar, Zaki Hilmi mengatakan ada empat dimensi tolok ukur hingga ada atingkatan kerawanan. Yakni, konflik sosial politik, penyelenggaraan, kontestasi dan partisipasi.
“Ternyata Jabar paling rawan dalam hal kontestasi. Dimana soal hak dipilih kemudian pelaksanaan kampanye,” kata dia, Kamis (2/2/2023).
Hak dipilih menyangkut soal isu perempuan sebagai calon pemimpin maupun penolakan calon pemimpin berdasarkan isu sara. Kemudian, dari sisi kampanye adalah informasi hoax, black campaign (kampanye hitam), penggunaan fasilitas negara, netralitas ASN, TNI dan Polri lalu soal money politik.
Dalam hal ini, upaya antisipasi dan pencegahan, pihaknya sudah bekerjasama dengan perusahaan media sosial untuk melaporkan dan menarik unggahan dari akun yang memproduksi ujaran kebencian, isu sara atau politik identitas.
“Secara umum kalau di Jawa Barat, yang rawan tinggi itu ada di Kabupaten bandung. Semua ada kategorisasi empat dimensi ini dan pemetaan di kab kota berbeda,” kata dia.
Disinggung apakah ada potensi peningkatan di tahun 2024 nanti, menurut dia, banyak pihak yang memprediksi hal tersebut akan terjadi. 
“Trennya ini banyak yang memprediksi dan kami sendiri berupaya mengantisipasi dari analisis yang sudah muncul bahwa tingkat kerawanan jauh lebih tinggi dibanding 2019,” jelasnya.  
Dinamika kontestasi politik lebih tinggi terutama soal konsekuensi keberlimpahan pengguna media sosial, baik yang dilakukan oleh peserta pemilu atau partisipasi publik memberikan sikap dan tanggapan.
“Yang penting diantisiapasi, pertama akan melakukan upaya take down, kerjasama dengan kominfo dan platform medsos yang ada. Kedua penguatan literasi maysrakat. Terhadap bagaimana penggunaan medsos yang baik, bagaimana soal tahapan pemilu yang benar, pencalonan dan lainnya,” kata dia.
“Yang ini bagi kita bagian dari strategi mencegah terjadinya sebaran hoax dan blackcampaign sendiri. Kami juga sedang membentuk tim khusus, termasuk bekerjasama dengan pemuka atau organisasi agama,” pungkasnya. (Riantonurdiansyah)***


Editor : JakaPermana