Tingginya Harga Diri Seorang Muslimah

 Ketika seseorang memutuskan dirinya untuk bernaung di dalam Islam, sesungguhnya ia sedang menerima kehormatan diri yang meliputi ketenangan, ketentraman, kenyamanan dan penjagaan yang sempurna, untuk kehidupan dunia dan akhiratnya.

Tingginya Harga Diri Seorang Muslimah
Ilustrasi/Net

Wanita berikutnya, dari generasi yang berbeda, juga menunjukkan ketegaran luar biasa. Adalah bunda Hajar, ibu Ismail. Saat Ibrahim meninggalkannya di lembah tak berpenghuni dan hanya membekalinya dengan setangguk air. Perasaan kewanitaannya pun pasti akan menunjukkan rasa takut, tanpa siapa-siapa dan tanpa bekal apa-apa. Ia bergejolak saat Ibrahim beranjak pergi. Sementara ia menggendong bayi yang masih menyusu kepadanya. Ibrahim tak menoleh saat Hajar menanyainya. Sesaat Hajar bertanya, "Apakah Allah yang menyuruhmu?"

Ibrahim membenarkannya. Apa jawaban Hajar? "Kalau begitu ia tak akan menyia-nyiakan kami." Subhanallah, jawaban mulia dari seorang wanita yang terkokohkan betul nilai kebenaran di hati dan seluruh tubuhnya. Hajar pula yang menyiapkan dan mendidik anaknya, Ismail, sehingga ketika turun perintah Allah kepada ayahnya untuk menyembelihnya, Ismail membenarkannya. Duhai dari mana lagi kita mesti belajar ketegaran kalau bukan dengan bunda luar biasa seperti bunda Hajar yang tercatat dalam hadis yang mulia.

 

Belum lagi wanita-wanita perkasa di sekitar Nabi Musa, sejak kelahirannya. Saat sang bunda melahirkan di gua yang tersembunyi agar selamat dari kekejaman Firaun dan bala tentaranya. Lalu mendapatkan ilham dari Allah untuk menghanyutkannya di sungai, hati ibu mana yang sebenarnya tega melakukannya? Tetapi kepercayaan penuh pada Allah menabahkannya. Ia perintahkan kakak perempuan nabi Musa untuk mengikutinya. Sampai kemudian Musa diambil oleh Asiyah binti Muzahim istri Firaun. Asiyah membesarkan dengan kasih sayang yang luar biasa. Dan saat Allah mengangkat Musa menjadi Nabi, Asiyah adalah salah seorang yang tersentuh hatinya dan rela menerima cobaan dan siksaan karena keimanan yang menghujam dan keinginannya untuk dibangunkan sebuah rumah di sisi Allah, sebab kekafiran suaminya.

Lihatlah pula peran wanita shahabiyah di sekitar dakwah Rasulullah. Kita tak pernah kekurangan sosok hebat dengan masing-masing peranannya. Adalah bunda Khadijah, istri Rasulullah, yang mengorbankan harta dan dirinya untuk perjalanan dakwah. Ia pula yang menguatkan Rasulullah saat rasul pertama kali menerima wahyu. Tak pernah tergantikan peran beliau untuk kemashlahatan dakwah. Juga bunda Aisyah yang ilmunya lebih berat bila ditimbang dengan wanita-wanita lain di Madinah. Ia periwayat hadits handal dari kalangan wanita.

Belum lagi wanita pejuang yang terlibat di dalam jihad. Surat al Mumtahanah , yang berarti wanita yang diuji, turun di Madinah, menggambarkan betapa istimewanya para shahabiyah. Surat ini menceritakan sejumlah kaum wanita yang beriman, namun suami mereka masih kafir, sehingga mereka terpaksa berhijrah untuk keluar dari rumah mereka, meninggalkan sanak saudara dan kampung mereka, dari Makkah menuju Madinah. Mereka melakukannya untuk berjuang di jalan Allah, menyusul Rasulullah dan kaum mukminat lainnya, sebagaimana digambarkan al Quran.

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (AQ S 60:10)


Editor : Bsafaat