DKP Jabar Mencari Solusi Soal Penertiban KJA di Tiga Waduk

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya menertibkan keramba jaring apung (KJA) di tiga waduk, yakni Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Namun upaya penertiban yang merupakan bagian program Citarum H

DKP Jabar Mencari Solusi Soal Penertiban KJA di Tiga Waduk
INILAH, Bandung-Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya menertibkan keramba jaring apung (KJA) di tiga waduk, yakni Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Namun upaya penertiban yang merupakan bagian program Citarum Harum tersebut menekan produksi budidaya ikan di Jabar.
 
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar Dede Suhendar menyampaikan, pihaknya gencar mencari solusi agar para petani ikan di tiga waduk tersebut tetap produktif.
 
"Kan sekarang moratorium dulu dihentikan dulu, tapi kalau itu memang ditertibkan pasti akan berkurang," ujar Dede. 
 
Menurut Dede, di satu sisi adanya KJA pada tiga waduk tersebut menguntungkan, lantaran produksi ikan menjadi tinggi. Di sisi lain, ungkap dia, berdasarkan hasil kajian kondisi kualitas air di waduk tersebut berpengaruh kepada kualitas ikan. 
 
Dia mencotohkan, dengan ditertibkannya KJA di Waduk Cirata pun menujukan ada penurunan pada kuantitas hasil produksi. "Dan sekarang kita harus mencari solusi mereka itu (petani) harus ada solusi bukan hanya menertibkan saja," katanya.
 
Dede menambahkan, pihaknya sedang menyusun konsep alih usaha agar para petani KJA di tiga waduk tersebut mampu tetap melakukan budidaya ikan. Dia berharap pilot projek upaya tersebut dapat berlangsung di tahun 2019 ini.
 
"Mungkin tadinya dari waduk kita alihkan ke darat, budidaya dengan teknologi, seperti budidaya (ikan) lele dengan menggunakan kolam plastik atau biofolk," imbuh dia.
 
Menurut dia, potensi budidaya ikan di Jawa Barat sangat besar, khususnya  air tawar. Berdasarkan data produksi budidaya pembesaran menurut cabang usah tahun 2017, budidaya ikan di Jabar mencapai sekitar 1.160.747 ton. Itu terbagi dari 121.558 ton jaring apung tawar, 168 ton tancap tawar, 232 ton karamba, 998 ton air deras, 775.251 ton air tenang, 450 ton laut, 34 ton minapadi, 771 ton  intensif, 2.831 ton tambak sederhana dan 258.451 ton semi intensif.
 
Adapun Tasikmalaya menjadi daerah tertinggi yaitu dengan jumlah 180.295 ton. Diikuti Kabupaten Bogor 142.805 ton  dan Indramayu 114.780 ton. "Potensi kita di budidaya itu besar terutama di budidaya air tawar," kata Dede.
 
Lebih lanjut, untuk menggenjot produksi budidaya ikan ini pun pihaknya akan melakukan revitalisasi tambak di kawasan Pantura. Di mana dari sekitar 70 ribu hektar, kurang dari 40 persen kondisinya idle atau nganggur. Karena itu, Dede sampaikan, harus berupaya mengaktivkan kembali tambak ikan yang tidak produktif tersebut. 
 
"Terutama budidaya udang vaname yang sekarang sudah mulai berkembang. Kemudian juga rumput laut itu luar biasa perkembangannya di Pantura," katanya.
 
Hal lainnya, Dede sampaikan, saat ini pihaknya pun sedang mencari teknologi tepat guna guna mendongkrak produksi garam di Jabar. Menurut dia, saat ini Jabar merupakan produsen nomor tiga di Indonesia. Di mana pada tahun 2017 produksi garam di Jabar mencapai 233.320 ton. 
 
Adapun sentra garam di Jabar yakni, Cirebon, Indramayu dan Karawang. Dede katakan, untuk per-2017 Cirebon mampu menghasilkan 63.363 ton garam, Indramayu 167.930 ton garam dan Karawang 2.026 ton.
 
"Kalau sudah ada teknologinya akan berkembang di 11 kabupaten kota di Jabar berpeluang untuk menghasilkan garam. Tapi sekarang sedang terus-terusan sedang dicarikan teknologi yang tepat guna," pungkasnya.


Editor : inilahkoran