Porang, Tanaman Liar yang Bernilai Ekonomi Tinggi

Tanaman umbi-umbian porang yang beberapa waktu terakhir populer namanya di masyarakat dan viral di media sosial. Tanaman liar tersebut kini banyak dibudidayakan para petani di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Porang, Tanaman Liar yang Bernilai Ekonomi Tinggi
Foto: Dani R Nugraha

Tingginya kebutuhan porang dunia ini, lanjut Dhian, menjadi peluang besar bagi pelaku usaha seperti dirinya. Namun tentunya, tidak bisa selamanya mengandalkan tanaman liar saja. Untuk menjaga ketersediaan bahan baku tentunya harus dilakukan budidaya tanaman porang secara terpadu dan berkesinambungan. Sekarang ini di Jawa Barat juga sudah mulai banyak petani yang tertarik memudidayakan porang. Seperti di Subang, Kuningan, Purwakarta, Majalengka, Garut, Sumedang, Bandung Selatan, Bandung Barat, Ciamis dan lainnya. 

Saat ini, urai Dhian, kemampuan ekspor tepung dan keripik (chips) umbi porang dari pabrik yang dikelolanya, yakni sekitar 40 ton per bulan. Dengan negara tujuan Jepang, Korea, Cina, Vietnam, Amerika dan Australia. 

"Kalau dulu petani enggak mau disuruh menanam porang karena untuk apa dan masa tanamnya lama. Nah sekarang, tanpa disuruh pun banyak petani yang menanam porang karena melihat keuntungannya yang cukup menggiurkan. Ini tentu sangat menggembirakan bagi kami sebagai produsen, begitu juga untuk petani mereka dapat meningkatkan kesejahteraannya," katanya.

Baca Juga : Polrestabes Siap Sebar Ribuan Paket Sembako dari MTP

Dia menjelaskan, tanaman porang ini cenderung lebih tahan hama dan bisa dikatakan tidak manja. Selama itu ditanam dilahan yang sesuai habitatnya, dapat tumbuh dengan baik. Tak hanya itu saja, tanaman ini juga bisa melindungi diri dari gangguan hama seperti ulat ulat dan lainnya dengan getahnya yang gatal. Adapun hama lain seperti jamur yang dapat menyebabkan batang dan umbi busuk, bisa diobati dengan fungisida.

"Tidak manja dan tidak perlu perlakuan khusus. Yang penting sesuai dengan habitatnya yah, porang ini bagus ditanam diatas ketinggian 200-700 mdpl. Kemudian kebutuhan mataharinya 40 hingga 50 persen. Kemudian masa tanam dari porang ini adalah delapan bulan jika menggunakan bibit umbi mini dan sekitar 18 bulan jika menggunakan bibit dari buhul (buah) atau biasa juga disebut katak. Nah hama satu-satunya adalah pencurian umbi dan kataknya, itu yang selama ini menjadi ancaman," ujarnya.

Dhian menjelaskan, dalam satu hektar lahan dapat ditanami sekitar 40 ribu bibit porang. Dengan masa tanam sekitar delapan bulan, dengan perkiraan setiap pohon menghasilkan sekitar 1,5 kilogram hingga 2 kilogram, maka dapat dihasilkan sekitar 70 hingga 80 ton umbi porang. Jika rata rata harga jual sekitar Rp 5000 perkilogram, maka dari sekitar 70 ton itu dapat menghasilkan uang sekitar Rp 490 juta. 

"Memang untuk modalnya juga lumayan besar. Perhektar dari mulai bibit,pupuk, upah pekarja dan lainnya itu sekitar Rp 190 juta. Sehingga kalau kita panen dapat uang sekitar Rp 490 juta, untungnya yakni Rp 290 juta. Selain dari umbinya, petani juga dapat tambahan penghasilan dari menjual kataknya, katak itu juga bisa dijual untuk bibit," katanya.


Editor : Doni Ramdhani