Sempat Jadi Primadona, Kondisi Curug Sawer di Cililin Kini Memprihatinkan

Curug Sawer merupakan salah satu objek wisata yang menjadi primadona di Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Sempat Jadi Primadona, Kondisi Curug Sawer di Cililin Kini Memprihatinkan
Curug Sawer merupakan salah satu objek wisata yang menjadi primadona di Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB)./Agus Satia Negara
INILAHKORAN, Ngamprah - Curug Sawer merupakan salah satu objek wisata yang menjadi primadona di Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Tahun 2.000-an menjadi masa jaya Curug Sawer di mana objek wisata alam ini banyak dikunjungi untuk berbagai kegiatan, seperti kemah, hiking, dan lain sebagainya.
Kendati demikian, masa jaya Curug Sawer tersebut kini telah berubah. Sebab, kondisi wisata air ini tidak terurus. Bahkan, sangat memperihatinkan.
Hal tersebut berbanding terbalik mengingat KBB yang merupakan salah satu daerah yang dikenal dengan objek wisatanya.
Berdasarkan pantauan Inilahkoran di lokasi Curug Sawer, objek wisata yang ada di wilayah KRPH Cililin di bawah Perum Perhutani KPH Bandung Selatan ini memang sangat mengenaskan. 
Padahal, jika melihat lokasinya sangat mudah diakses karena tidak jauh dari Alun-alun Cililin, yang kini sedang dibenahi sebagai tempat wisata dengan konsep Little Madinah.
Petugas Jaga Curug Sawer, Parto (43), Parto mengatakan, Curug Sawer ini sudah dibiarkan begitu saja dan memang tidak terurus. Terlebih, sejak COVID-19 sampai kini bisa dibilang ditelantarkan.
"Kondisi di dalam kawasan Curug Sawer sama sekali tidak terurus," katanya saat ditemui di lokasi.
Kendati demikian, dirinya inisiatif untuk membersihkan sampah dedaunan, sampah plastik, atau makanan sisa dari warga yang beraktivitas di tempat ini agar tidak terlalu kotor. 
Ia mengungkapkan, masa kejayaan Curug Sawer terjadi sekitar tahun 90'an sampai tahun 2.000'an, karena banyak wisatawan yang datang. 
"Saat itu pemasukan dari tiket masuk dalam sebulan lumayan besar, dengan tarif hanya Rp3.500/orang," ungkap pria yang sudah dua dekade menjaga pintu masuk ke Curug Sawer ini.
Namun, sambung dia, sekarang jangankan wisatawan luar daerah, wisatawan lokal juga sudah tidak ada yang mau datang. 
"Makanya sekarang orang yang masuk ke Curug Sawer gak ditiket, orang bebas masuk asal menjaga kebersihan," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, sulit membedakan mana yang akan wisata dengan warga sekitar lantaran di dalam kawasan Curug Sawer juga ada permukiman sebanyak 4 RT.
"Kondisi yang bikin miris itu akses jalan dan sarana prasarana penunjang yang ada di dalam kawasan juga sudah rusak. Seperti jalan masuk ke lokasi curug, fasilitas musala, gapura gerbang masuk, pos tiket, toilet yang rawan ambruk, dan jembatan yang hancur karena kayunya lapuk," bebernya.
Padahal, jelas dia, semua itu menjadi aset Perhutani dan selama ini tidak pernah ada perbaikan.
"Kalau denger-denger mau diserahkan ke investor buat mengelola, tapi susah juga karena kawasan wisata ini bercampur dengan perkampungan," jelasnya.
Ia menyebut, di dalam kawasan Curug Sawer tidak hanya ada satu curug (air terjun). Tapi ada beberapa curug, yang posisinya terpisah-pisah. 
Namun, yang paling besar adalah Curug Sawer dengan ketinggian air sekitar 7 meter, kemudian ada Curug Orok, Curug Balong Dua, dan Curug Biru karena airnya berwarna biru.
"Potensi curugnya banyak, jadi sayang kalau dibiarkan terbengkalai. Semoga aja ada perhatian dari pihak terkait untuk menyelamatkan objek wisata ini, terlebih jalan ke Cililin sekarang sudah bagus, jadi gampang diakses," tandasnya.*** (agus satia negara).***


Editor : JakaPermana