Wajib Ada, Dua Jenis Pangan Hewani Mengatasi Stunting

Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Khomsan mengimbau bahwa dalam satu hari harus ada dua jenis pangan hewani pada menu makan untuk memperbaiki kondisi stunting.

Wajib Ada, Dua Jenis Pangan Hewani Mengatasi Stunting
Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Khomsan mengimbau bahwa dalam satu hari harus ada dua jenis pangan hewani pada menu makan untuk memperbaiki kondisi stunting./ilustrasi

INILAHKORAN, Bandung-Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Khomsan mengimbau bahwa dalam satu hari harus ada dua jenis pangan hewani pada menu makan untuk memperbaiki kondisi stunting.

"Terserah mau telur sama ikan boleh, telur sama daging, telur sama ayam silakan. Tapi untuk mengejar pertumbuhan anak stunting maka kita anjurkan paling tidak di dalam menu itu ada jenis pangan hewani," ujar Prof. Ali saat berbincang usai peluncuran "Dapur Sehat Atasi Stunting" di Karawang, Jawa Barat, Rabu.

Lebih lanjut, Prof Ali mengatakan anak-anak yang mengalami stunting rata-rata kekurangan protein. Oleh karena itu perkembangan tubuhnya berhenti, salah satu yang dapat terlihat adalah tidak bertambah tinggi.

Selain pemberian dua jenis pangan hewani, melengkapi dengan nasi, sayur, dan lauk lainnya juga tetap dianjurkan.

Menurut Prof. Ali, pemberian dua jenis pangan hewani ini setidaknya dilakukan selama enam bulan untuk memperbaiki stunting.

Prof. Ali juga menyoroti seputar masalah pangan lokal yang disebut dapat memperbaiki kondisi stunting. Menurutnya, pemilihan komposisi makanan adalah yang paling penting, termasuk menyertakan dua jenis pangan hewani.

"Itu harus diluruskan karena jangan sampai ini seolah-olah menjadi magic untuk bisa mengatasi stunting dan sebagainya," kata Prof. Ali.

"Karena stunting itu sebenarnya bagaimana asupan makanan yang beragam, bergizi seimbang dan cukup jumlahnya mengandung kandungan protein hewani," lanjutnya.

Sementara itu, kondisi stunting masih dapat diperbaiki hingga anak berusia 18 tahun. Akan tetapi, semakin dini usia perbaikan maka hasilnya akan semakin bagus bagi perkembangan sumber daya manusia.

"Tetapi karena kita konsen terhadap mutu kualitas sumber daya manusia dengan perkembangan kognitif, maka perbaikan itu harus dilakukan di bawah 2 tahun sangat ideal, di bawah 5 tahun itu masih bisa," kata Prof. Ali.*** (antara)


Editor : JakaPermana