8.500 Hektar Lahan Kritis di Jawa Barat akan Direhabilitasi

Seluas 8.500 hektar lahan kritis yang tersebar di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Garut, Sumedang, Tasikmalaya, dan Majalengka akan direhabilitasi.  

8.500 Hektar Lahan Kritis di Jawa Barat akan Direhabilitasi
Seluas 8.500 hektar lahan kritis yang tersebar di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Garut, Sumedang, Tasikmalaya, dan Majalengka akan direhabilitasi.  /Humas Pemprov Jabar

Dalam penilaian Putera, inti problem lahan kritis berada pada tata ruang. Seharusnya, kata dia, pembangunan disesuaikan dengan kondisi DAS yang ada, sehingga tidak mengubah lansekap atau bentang alam.

Oleh karena itu, Kementerian LHK pun menjalin kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN RI guna membangun kesepahaman. Jadi, daerah yang ingin melakukan revisi tentang tata ruang mesti mempertimbangkan atau memperhatikan area DAS.  

Sekretaris Daerah Kabupaten Majalengka, Ahmad Sodikin, menyambut positif rehabilitasi lahan kritis di wilayahnya. Sebab, hal tersebut akan menambah kawasan hutan lindung di Majalengka sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar.

"Kami menyambut baik acara launching penanganan lahan kritis dan persemaian permanen. Hal ini sangat bermanfaat baik untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam melaksanakan kebun bibit rakyat maupun dalam upaya peningkatan kawasan hutan lindung di Kabupaten Majalengka yang saat ini baru mencapai 36,18 persen," ucapnya. 

Dengan begitu, kata Ahmad, target kawasan hutan lindung di Kabupaten Majalengka dapat mencapai 39,19 persen atau sesuai dengan Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang RTRW.

Pada kesempatan yang sama, dilakukan juga peresmian Persemaian Permanen (PP). Persemaian tersebut nantinya akan memproduksi bibit via kegiatan vegetatif maupun generatif dengan memanfaatkan teknologi. Bibit yang diproduksi di persemaian dapat diambil secara gratis. 

Selain launching rehabilitasi lahan kritis dan PP dilakukan pula peresmian Kebun Bibit Rakyat. Program tersebut merupakan lokasi untuk pembuatan bibit tanaman hutan penghasil kayu dan hasil hutan bukan kayu yang dikelola oleh lembaga desa, kelompok masyarakat, serta kelompok adat yang ada di sekitar lokasi kebun.


Editor : JakaPermana