Aku Rindu Kelezatan Cinta-Nya

KECINTAAN kaum sufi kepada Allah, bukan sebab takut akan siksa-Nya, atau kerena ingin surga-Nya, akan tetapi karena rindu dendam merasakan kelezatan cinta-Nya. Juga karena Allah adalah yang paling berhak dicintai. Itulah idealnya dalam bercinta, yang tidak dikenal oleh selain mareka yang menjadi pilihan Allah.

Aku Rindu Kelezatan Cinta-Nya
Ilustrasi/Net

KECINTAAN kaum sufi kepada Allah, bukan sebab takut akan siksa-Nya, atau kerena ingin surga-Nya, akan tetapi karena rindu dendam merasakan kelezatan cinta-Nya. Juga karena Allah adalah yang paling berhak dicintai. Itulah idealnya dalam bercinta, yang tidak dikenal oleh selain mareka yang menjadi pilihan Allah.

Nikmat terbesar yang mereka harap-harapkan hanyalah rida dan berjumpa dengan Dia. Sementara siksa yang paling mereka takuti adalah jauhnya dari memperbincangkan soal keindahan kedamaian-Nya, juga dari tempat berkomunikasi dengan-Nya. Mereka terhalang dari sinar Zat yang Maha Mulia.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa maqam tertinggi yang bisa dicapai oleh pengamal ilmu zahir (syriat) adalah wukuf dipadang Arafah, menunggu terbukanya pintu rahmat dan karunia Allah SWT dan pada hakikatnya adalah menunggu kehadiran Allah. Apakah selamanya kita harus menunggu, dan apakah menunggu itu hanya di Padang Arafah?

Baca Juga : Adab Memberi Utang : Merelakan Utang

Seluruh ritual Haji sebagaimana ibadah lain tentu saja mempunyai aspek zahir dan batin. Pada hakikatnya orang yang melaksanakan haji adalah memenuhi panggilan Allah, menjadi manusia mulia sebagai tamu Allah dan tentu saja sebenarnya setiap yang menunaikan ibadah haji sudah pasti berjumpa dengan yang punya rumah, jumpa dengan yang mengundang yaitu Allah SWT.

Dalam ilmu zahir (syariat), Ihsan merupakan puncak pencapaian spiritual dan tidak ada lagi maqam setelah itu. "Salatlah kamu seolah-olah kamu melihat Allah dan jika kamu tidak melihat Allah yakinlah Allah akan melihat kamu" inilah dasar dari Ihsan. Menurut kaum sufi tentu saja maqam ini masih spekualitif, masih seolah-olah dan tidak ada kepastian disana. Siapapun yang bersikukuh pada syariat tidak akan bisa melanjutkan perjalanan ke maqam berikut yaitu Makrifatullah, berpandang-pandangan dengan Allah dan inilah kenikmatan puncak dari para penempuh jalan spiritual melebihi apapun, bahkan kenikmatannya melebihi surga.

Abu Yazid al-Bisthami ketika berada dalam puncak kegembiraan, dia berbisik, "Apakah itu surga? Surga hanyalah mainan dan kesukaan anak-anak. Aku hanya mencari Zat Allah. Bagiku surga bukanlah kenikmatan yang sejati. Zatnya menjadi sumber kebahagiaanku, ketentraman yang menjadi tujuanku."

Baca Juga : Catatlah Transaksi Utang Piutang Kita...

Mengenai ucapan Abu Yazid yang agung ini, Ibnu Arabi pernah ditanya seseorang. Jawabnya, "Tidak masalah. Rasulullah pernah berkata dalam doanya, "Wahai Tuhan kami! Aku mohon kepada-Mu kelezatan melihat ZatMu. Aku rindu ingin bertemu dengan-Mu".

Halaman :


Editor : Bsafaat