Bakal jadi Pedoman, Kemenag KBB Ungkap Standar Penyembelihan hingga Pengolahan Hewan Kurban saat Iduladha 1445 H

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan syarat penyembelihan dan pengolahan hewan kurban pasca disembelih, seperti pengulitan, proses cincang hingga pemotongan daging. 

Bakal jadi Pedoman, Kemenag KBB Ungkap Standar Penyembelihan hingga Pengolahan Hewan Kurban saat Iduladha 1445 H
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan syarat penyembelihan dan pengolahan hewan kurban pasca disembelih, seperti pengulitan, proses cincang hingga pemotongan daging. 
INILAHKORAN, Ngamprah - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan syarat penyembelihan dan pengolahan hewan kurban pasca disembelih, seperti pengulitan, proses cincang hingga pemotongan daging. 
Syarat tersebut tertuang dalam Fatwa MUI tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal dan bakal menjadi pedoman masyarakat jelang Hari Raya Iduladha 1445 H/2024 M.
"Syarat yang memenuhi standar penyembelihan yakni hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan," kata Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Tedi Ahmad Junaedi, Senin 10 Juni 2024.
Kemudian, lanjut Tedi, hewan harus dalam keadaan hidup saat disembelih. Terpenting, 
hewan tersebut harus memenuhi standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
Sementara untuk penyembelih hewan kurban atau jagal, harus beragama Islam dan sudah akil baligh serta memahami tata cara penyembelihan secara syar'i dan memiliki keahlian dalam penyembelihan. 
"Untuk standar alat penyembelihan yang penting harus tajam," katanya.
"Selanjutnya, untuk standar proses penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma Allah," tambahnya.
Lebih lanjut Tedi menuturkan,  penyembelihan hewan kurban juga harus dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari'/esophagus), saluran pernafasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids). 
"Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat. Pastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).  Jadi pastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut," tuturnya.
Selain itu, standar pengolahan, penyimpanan, dan pengiriman daging kurban juga tak luput dati perhatiannya. Tedi menerangkan, pengolahan hewan kurban harus dilakukan setelah hewan dalam keadaan mati oleh sebab penyembelihan. Sementara itu, untuk hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan.
"Penyimpanan dilakukan secara terpisah antara yang halal dan non halal. Dalam proses pengiriman daging, harus ada informasi dan jaminan mengenai status kehalalannya, mulai dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer), pengangkutan (seperti pengapalan/shipping), hingga penerimaan," terangnya.
Kemudian, hal lainnya yang harus diperhatikan, yakni hewan yang akan disembelih disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat dan penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan semacamnya. 
"Stunning untuk mempermudah proses penyembelihan hewan hukumnya diperbolehkan," ucapnya.
Tedi pun mengimbau kepada panitia pelaksana kurban atau masyarakat yang menerima agar menggunakan besek sebagai wadah daging qurban. 
Hal itu perlu dilakukan mengingat besek lebih ramah lingkungan daripada kantong plastik.
"Ya secara lingkungan hidup kan kantong plastik tidak akan hancur dalam waktu 100 tahun. Paling tidak, pakai besek kan itu lebih aman dan cepat hancur karena terbuat dari bambu organik lah ya," tandasnya.*** (agus satia negara)


Editor : JakaPermana