Bima Arya Meradang Wisata GLOW Dipaksakan Tetap Buka

Wali Kota Bogor Bima Arya meradang dengan sikap PT Mitra Natura Raya (MNR) yang terkesan 'memaksakan' wisata GLOW, setelah PT. MNR mengirimkan surat yang ditandatangani Direktur PT MNR Michael BA Sumrijanto yang salah satu isinya pihaknya tidak akan menutup wisata GLOW selama tidak adanya pelarangan untuk beroperasi oleh Presiden Republik Indonesia serta BRIN.

Bima Arya Meradang Wisata GLOW Dipaksakan Tetap Buka
Wali Kota Bogor, Bima Arya/Rizki Mauludi
INILAHKORAN, Bogor - Wali Kota Bogor Bima Arya meradang dengan sikap PT Mitra Natura Raya (MNR) yang terkesan 'memaksakan' wisata GLOW, setelah PT. MNR mengirimkan surat yang ditandatangani Direktur PT MNR Michael BA Sumrijanto yang salah satu isinya pihaknya tidak akan menutup wisata GLOW selama tidak adanya pelarangan untuk beroperasi oleh Presiden Republik Indonesia serta BRIN.
"Jadi saya mengirim surat ke PT. Mitra Natura Raya (MNR) karena situasinya tidak juga kondusif, walaupun Pemkot Bogor sudah berupaya memfasilitasi, ada beberapa langkah dari pemkot meminta mereka untuk membangun komunikasi dengan IPB, Budayawan dan lainnya tetapi itu tidak berbuah hasil. Untuk itu kemudian saya mengirimkan surat meminta agar pihak PT. MNR menghentikan dahulu kegiatan disitu (Glow, red)," ungkap Bima kepada wartawan pada Selasa (4/10/2022) sore.
Bima melanjutkan, namun per tanggal 30 September 2022 dirinya menerima surat dari PT MNR yang kalau dari isinya disimpulkan dirinya bahwa PT MNR ini keliru memahami kewenangan pemkot terhadap Kebun Raya Bogor (KRB).
"Jadi bahasanya juga sangat tidak pas, saya kira bahasanya mencerminkan pemahaman yang sangat keliru, tidak mengikuti kuputusan dari Pemkot Bogor untuk menghentikan operasional dan meminta wali kota menyampaikan langsung ke presiden. Ini pemahaman yang sangat keliru, saya kira pemkot akan mengevaluasi keberadaan PT. MNR dan kerjasama dengan KRB," tegasnya.
Bima membeberkan, kalau berdasarkan Undang-Undang dan aturan seharusnya begitu ada pihak ketiga disitu maka pemkot memiliki kewenangan untuk menarik pajak, bukan hanya retribusi dari KRB. 
"Kedua, pemkot juga memiliki kewenangan untuk memberikan izin berdasarkan Perda Cagar Budaya tahun 2019. Apapun kegiatan disitu harus meminta izin wali kota, karena wali kota telah menetapkan itu sebagai cagar budaya. Bagaimana mungkin satu wilayah, yang luas di pusat kota menjadi herritage kota, sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan identitas karakter Kota Bogor, tetapi wali kota tidak memiliki kewenangan?, nah ini yang saya bilang pemahaman yang sangat keliru," jelas Bima.
Bima menekankan, pihaknya akan evaluasi total keberadaan PT. MNR dan KRB, bahkan pihaknya akan melakukan kajian secara hukum, langkah-langkah yang dapat dilakukan karena surat itu mencerminkan pemahaman yang sangat keliru terhadap kewenangan.
"Jadi mereka tidak paham dan saya kira mereka tidak berusaha memahami. Saya sangat menyayangkan karena selama ini pemkot berusaha untuk memfasilitasi, melakukan mediasi tetapi dari surat itu saya kira tergambar apa sebetulnya yang menjadi agenda PT. MNR. Saya sangat menyayangkan dan memberikan catatan, kalau tidak sama dengan cara pandang pemerintah kota, pemkot betul-betul menganggap KRB ini bukan saja hutan kota, bukan saja untuk kelestarian alam, tetapi ini adalah identitas kota, ini adalah cagar budaya," paparnya.
"Jadi kalau mereka tidak memberi cara pandang yang sama, ya lebih baik tidak usah masuk ke Kota Bogor," tambah Wali Kota Bogor dua priode ini.
Bima membeberkan, dirinya kurang paham alasan mereka berjalan sendiri, seharusnya PT MNR bisa membangun komunikasi yang baik, berdiskusi secara ilmiah dengan IPB dan stakeholder lainnya sehingga ada titik temu.
"Saya mengapresiasi telah diadakan riset awal, tetapi dari surat itu ini menegaskan semua, mengnolkan semua, buat apa kami memfasilitasi kalau mereka mau melangkah langsung dan langsung menyampaikan ke presiden. Saya kan bisa juga menyampaikan langsung ke presiden," bebernya.
Saat ditanya, apakah PT. MNR memaksakan kehendak terus menjalankan GLOW?, Bima menjawab sepertinya begitu.
"Ya, sepertinya begitu. Saya masih memegang catatan kajian dari IPB yang isinya memang tidak setuju apabila diadaka aktifitas disitu dan belum ada perubahan dari IPB. Kemudian yang saya minta ada komunikasi BRIN dan IPB tidak ada komunikasi yang terjadi. Makanya saya minta hentikan saja semuanya," pungkasnya.
Sementara itu, General Manager Corporate Communication dan Security PT MNR Kebun Raya Bogor, Zaenal Arifin belum merespon saat dikonfirmasi. Hingga saat ini belum ada keterangan dari pihak PT. MNR. Wartawan sudah berusaha menelepon dan menanyakan via WhatsApp, namun tidak ada respon.
Untuk diketahui, Kewenangan Pemkot Bogor berdasarkan UU 11/2010 dalam Ketentuan Pasal 96 ayat (1) huruf p disebutkan Pemerintah Daerah berwenang untuk menghentikan proses pemanfaatan ruang dan pembangunan yang menyebabkan rusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya.
Terkait pajak dan pendapatan dari pengelola KRB (yang sudah dikelola oleh pihak ketiga), dari awal tahun 2022, Pemkot Bogor sudah berkirim surat ke BRIN untuk pembaharuan bagi hasil tiket masuk, namun sampai saat ini belum ada respon. Hal ini berakibat pada terjadinya 'lost potensi' pajak untuk PAD Kota Bogor.
Berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU 11/2010) jo Ketentuan Pasal 109 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya ( PP 1/2022) jo Ketentuan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Bogor No 17 Tahun 2019 tentang Cagar Budaya bahwa setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh Izin Wali Kota dan pemilik dan/atau yang menguasai cagar budaya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 85 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2010 jo Pasal 44 ayat (3) Perda Nomor 17 Tahun 2019 tentang Cagar Budaya, Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan cagar budaya berupa ijin pemanfaatan, dukungan tenaga ahli pelestarian dan lain-lain.*** (Rizki Mauludi)


Editor : JakaPermana