KPU Jabar Gelar Kursus Demokrasi secara Virtual

Second House bersama KPU Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan program Kursus Demokrasi, dengan tema Pemantapan Konsolidasi Demokrasi di Jawa Barat Jelang Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang dilangsungkan via zoom meeting, Senin (12/7/2021).

KPU Jabar Gelar Kursus Demokrasi secara Virtual

INILAH, Bandung - Second House bersama KPU Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan program Kursus Demokrasi, dengan tema Pemantapan Konsolidasi Demokrasi di Jawa Barat Jelang Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang dilangsungkan via zoom meeting, Senin (12/7/2021).

Komisioner KPU Jabar Idham Holik mengatakan perihal konsolidasi demokrasi dan pemilu berintegritas. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Jabar tahun 2019 mencapai 69,09 dengan kenaikan sebesar 3,59 poin dibanding IDI Jabar Tahun 2018. Secara umum, tingkat demokrasi di Jabar dalam kategori sedang.

Perkembangan indeks variabel IDI Jabar 2018-2019 mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam poin peran partai politik yang meningkat sebesar 64,46 poin, dari sejumlah 35,54 poin di tahun 2018 menjadi 100,00 poin pada tahun 2019. 

Baca Juga : Ini Kata Koordinator Pemikul TPU Cikadut Soal Isu Dugaan Pungli

"Kesetaraan politik antar gender menjadi salah satu challenge terhadap demokrasi di Jawa Barat. Dengan sistem yang ada. Rata-rata caleg perempuan terpilih di Jawa Barat hanya 18,75 persen. KPU menyadari bahwa terdapat urgensi bagi pihak perempuan untuk menjadi legislator aktif di Jawa Barat demi mengusung program-program pemberdayaan perempuan," kata Idham.

Selain itu, Wakil Ketua DPRD Jabar Ineu Purwadewi menyatakan dalam menghadapi tantangan dan gangguan upaya konsolidasi, diperlukan keterlibatan dari berbagai macam pihak. Beberapa tantangan bagi pemantapan konsolidasi di Jawa Barat antara lain, penggunaan kekerasan oleh masyarakat dalam menyelesaikan masalah, masih adanya unjuk rasa/aksi demonstran yang berujung kekerasan, persentase keterpilihan perempuan anggota legislatif belum memenuhi 30 persen.

"Selain itu, perda inisiatif belum signifikan secara kuantitas, serta, rekomendasi DPRD kepada eksekutif transparansi anggaran. Faktor-faktor yang dapat mengganggu kelancaran Pilkada, menurut saya politik pasca-kebenaran (Post-Truth) hoaks, disinformation, berita bohong, dan misinformasi, politik identitas, pemanfaatan isu, sara, politik permusuhan (adversarial politics), hate speech, black campaign, politik uang, dan politik intimidasi," papar Ineu.

Baca Juga : Pemkab Bandung Targetkan Laju Pertumbuhan Hingga 5 Persen, Marlan: Sudah Sejak Awal Pandemi Covid-19

Ineu juga menyampaikan bahwa terdapat makna Pilkada dalam proses berdemokrasi, yakni aspek politis yaitu merupakan tolak ukur keberhasilan pemerintah dan penyelenggaraan pemilu dalam membangun kehidupan demokrasi, aspek sosial budaya yakni sebagai ajang pendidikan politik, aspek Hankam yakni terciptanya situasi kondisi yang aman, tentram, dan tertib, serta aspek Hukum yakini pilkada merupakan landasan yuridis bagi terpilihnya pemimpin di daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh masyarakat secara legitimate.

Halaman :


Editor : Doni Ramdhani