KPU Lalai, Kades di Kota Cirebon Ketahuan Nyaleg

Seorang kepala desa (kades) diketahui mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kota Cirebon untuk Pemilu 2019. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Cirebon pun menyatakan Komisi

KPU Lalai, Kades di Kota Cirebon Ketahuan Nyaleg
INILAH, Cirebon – Seorang kepala desa (kades) diketahui mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kota Cirebon untuk Pemilu 2019. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Cirebon pun menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat melanggar tata cara dan prosedur pemilu.
 
Ketua Bawaslu Kota Cirebon Mohamad Joharudin mengungkapkan, seorang caleg dari Partai Golkar bernomor urut delapan bernama Agung Mintardja lolos masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT). Namun belakangan diketahui, Agung masih berstatus kades.
 
"Terlapor II (Agung) masih berstatus sebagai kades saat mendaftar sebagai caleg DPRD Kota Cirebon. Hingga penetapan daftar calon sementara (DCS) dan DCT, Agung tidak menyerahkan surat pengunduran diri atau sedang dalam proses (pengunduran diri) oleh pejabat berwenang," ungkap Joharudin kepada wartawan, Jumat (23/11/2018).
 
Padahal, caleg berstatus kades harus mengundurkan diri sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1) poin k PKPU Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Adanya surat KPU RI Nomor 1275/PL.01.4-SD/06/KPU/VII/2018 bertanggal 15 Oktober 2018 Perihal Tahapan Pasca Penetapan DCT, keberadaan status Agung sebagai kades ternyata diketahui DPD Partai Golkar sebelum penetapan DCS dan DPT.
 
Dalam persyaratannya, hanya dilampirkan surat pernyataan formulir BB1 yang menyatakan Agung berstatus wiraswasta. Sementara, pada formulir BB2 tidak ada status khusus.
 
"Hal itu bertentangan dengan asas Pemilu Jujur sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.
 
Kondisi itu rupanya diketahui KPU Kota Cirebon. Bawaslu menemukan, KPU mengetahui adanya dokumen persyaratan calon anggota DPRD dalam formulir BB.1 dan BB.2 yang tak diisi dengan benar oleh Agung.
 
Namun, kata Joharudin, KPU tak melakukan perubahan dalam DCT. Hal tersebut tak sesuai dengan point b angka 2 Surat KPU RI Nomor 1275/PL.01.4-SD/06/KPU/VII/2018 bertanggal 15 Oktober 2018 Perihal Tahapan Pasca Penetapan DCT.
 
Situasi itu pun dicemaskan pihaknya sebab potensi gugatan dan pemungutan suara ulang (PSU). Karenanya, Bawaslu Kota Cirebon, mengajukan temuan atas situasi tersebut ke Bawaslu Jawa Barat dengan KPU Kota Cirebon sebagai Terlapor I dan Agung Mintardja sebagai Terlapor II.
 
"Setelah melalui serangkaian proses persidangan pelanggaran administratif, Bawaslu Jabar telah menerima dan mengabulkan temuan yang kami ajukan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang Bawaslu Jabar," papar Joharudin.
 
Sidang pembacaan putusan sendiri dipimpin Majelis Sidang dengan ketua, Yulianto, dan dua anggotanya, Zaki Hilmi dan Sutarno. Putusan Bawaslu Jabar atas temuan Bawaslu Kota Cirebon itu tertuang dalam surat bernomor 02/ADM/BWSL.Jabar/13.00/PEMILU/X/2018.
 
Dalam putusannya, Bawaslu Jabar menyatakan, Agung Mintardja sebagai Terlapor II terbukti melanggar asas Pemilu (Jujur) dengan bertindak tak mengisi data secara benar pada formulir syarat pendaftaran caleg. Agung pun dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk ditetapkan dalam DCS dan/atau DCT.
 
Sementara, KPU Kota Cirebon sebagai Terlapor I, dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu tentang tata cara dan prosedur pencalonan anggota DPRD Kota Cirebon. KPU pun diperintahkan mencoret Agung dalam DCT.
 
"Putusan Bawaslu Jabar juga memerintahkan instansu berwenang membina Terlapor II (Agung)," cetus Joharudin.
 
Pihaknya berharap, KPU menjalankan putusan tersebut untuk mencegah potensi gugatan di kemudian hari. Di sisi lain, dia mengapresiasi seluruh pihak, termasuk KPU Kota Cirebon, yang turut membantu penyelesaian masalah tersebut hingga selesai disidangkan Bawaslu Jabar.
 
"Yang dilakukan Bawaslu Kota Cirebon dengan menyampaikan temuan kepada Bawaslu Jabar ini sebagaimana amanat Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu, semata-mata untuk mendapat kepastian hukum dan mencegah tuntutan PSU seusai Pemilu 17 April 2019 nanti. Perbawaslu Nomor 8 mengatur penyelesaian pelanggaran administratif diproses oleh bawaslu satu tingkat di atasnya," tuturnya.


Editor : inilahkoran