Pemkab Bandung Ajak Ormas Islam Bantu Para Petani Sayuran

Anjloknya harga sayuran yang terjadi saat ini akibat suplay melimpah. Hal ini membuat para petani holtilultura mengalami kerugian hingga ada petani yang melampiaskan kemarahannya dengan merusak tanamannya sendiri, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. 

Pemkab Bandung Ajak Ormas Islam Bantu Para Petani Sayuran
Anjloknya harga sayuran yang terjadi saat ini akibat suplay melimpah. Hal ini membuat para petani holtilultura mengalami kerugian hingga ada petani yang melampiaskan kemarahannya dengan merusak tanamannya sendiri, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. /ilustrasi
INILAHKORAN,Soreang- Anjloknya harga sayuran yang terjadi saat ini akibat suplay melimpah. Hal ini membuat para petani holtilultura mengalami kerugian hingga ada petani yang melampiaskan kemarahannya dengan merusak tanamannya sendiri, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. 
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan, anjloknya harga sayuran di tingkat petani terjadi karena produksi yang tidak terjaga.
"Kemarin itu kemarau basah, ini membuat produksi berbagai komoditas pertanian melimpah" kata Tisna, Rabu 21 September 2022.
Sehingga, lanjut Tisna, melimpahnya suplay di pasaran ini melebihi kebutuhan. Dan pada akhirnya memengaruhi harga. Tak hanya itu, panjangnya rantai distribusi membuat harga di tingkat petani jauh dibanding di tingkat konsumen.
"Saya mengecek harga bawang merah. Di pasar harganya masih lumayan tinggi, mencapai Rp 40.000 perkilogram. Ini sangat jauh dangan harga ditingkat petani. Yaknj hanya Rp 17 ribu perkilogramnya. Ini terjadi karena rantai distribusi yang terlalu panjang. Ini yang tengah kami coba menyelesaikan masahnya," katanya.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Tisna, pihaknya akan memfasilitasi para petani sayuran dengan konsumen secara langsung untuk mengatasi masalah anjloknya harga. 
"Kemarin saya mengecek harga-harga komoditas lainnya di pasar, selisihnya cukup besar dengan harga di petani. Jadi salah satu masalahnya di tingkat petani karena rantai distribusi," ujarnya.
Dengan kondisi seperti itu, pihaknya berencana akan memfasilitasi penjualan.
"Kebetulan juga ada rencana membuat paket hasil pertanian untuk dijual sebagai antisipasi inflasi akibat kenaikan harga BBM," ujarnya.
Petani sayuran di sejumlah wilayah di Kabupaten Bandung, kata Tisna, akan diundang untuk membahas rencana tersebut.
"Akhir pekan ini atau paling lambat awal pekan depan, akan kami undang kelompok petani dari daerah penghasil sayuran," katanya.
Selain mengundang petani dari daerah penghasil sayuran, pada saat bersamaan pihaknya juga akan mengundang pihak lain diantaranya ormas Islam yang ada di Kabupaten Bandung.
"Kepada ormas ini akan kami tawarkan pembuatan paket sayuran untuk dijual kepada jamaahnya," ujarnya.
Dengan cara seperti itu, diharapkan bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus. Petani akan bisa menjual sayuran dengan harga tinggi atau diatas bandar, sementara masyarakat akan mendapat harga lebih rendah dibanding harga pasar.
"Kalau harga bawang misalnya di pasar Rp 40.000, sementara di tingkat petani harganya Rp 17.000, kan bisa mengambil jalan tengah. Misalnya harga jualnya hanya Rp 33.000 perkilogram. Jadi masyarakat mendapat harga rendah dan petani mendapat harga tinggi," katanya.
Dinas Pertanian sendiri lanjut Tisna, hanya memberi fasilitas untuk mempertemukan antara petani dengan pihak lainnya seperti Ormas Islam, baik NU, Muhammadiyah, Persis atau organisasi lain. Sementara untuk masalah harga, bisa dilakukan kesepakatan bersama.
"Harus ada selisih juga untuk ormasnya. Untuk kemasannya dan biaya operasional. Jadi misalnya kalau harga bawang dijual Rp 33.000 perkilogram, harga dari petaninya bisa Rp 30.000, kan petani bisa menjual tetap lebih tinggi dari harga jual ke bandar," katanya.(rd dani r nugraha).***


Editor : JakaPermana