Seruan Padjajaran, Refleksi Kepemimpinan Jokowi Dari Unpad

Sebanyak 82 guru besar, 23 dosen serta alumni, dan sejumlah mahasiswa Unpad, menyatakan sikap dengan judul 'Seruan Padjadjaran'. Pernyataan sikap itu, memuat kritik atas kondisi sosial, ekonomi, politik, dan hukum selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Seruan Padjajaran, Refleksi Kepemimpinan Jokowi Dari Unpad

INILAHKORAN, Bandung - Sebanyak 82 guru besar, 23 dosen serta alumni, dan sejumlah mahasiswa Unpad, menyatakan sikap dengan judul 'Seruan Padjadjaran'. Pernyataan sikap itu, memuat kritik atas kondisi sosial, ekonomi, politik, dan hukum selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Senat Akademik Unpad, yang juga Guru Besar UNPAD, Prof Ganjar Kurnia mengatakan bahwa seruan yang disampaikan oleh Unpad tak hanya akan berhenti pada kegiatan hari ini saja. Pihaknya akan terus bersuara hingga tak ada lagi masalah etika pemerintah yang terjadi di Indonesia.

"Ini akan terus-menerus, selama ada yang etika akademik bermasalah, kita suarakan terus menerus, tidak ada masa, tidak ada akhir," kata dia di Kampus Unpad Dipatiukur, Kota Bandung, pada Sabtu 3 Januari 2024.

Sementara itu, Guru Besar UNPAD lainnya, Peof Susi Dwi Harijanti, mengatakan kegiatan tersebut diinisiasi oleh sejumlah guru besar di Unpad karena memiliki kegelisahan yang sama. Petisi Seruan Padjajaran pun merupakan naskah akademik hasil dari pemikiran sejumlah guru besar yang ada di Unpad.

"Jadi ini merupakan pemikiran dari beberapa guru besar, kemudian kami olah," ucap dia.

Menurut Susi, petisi Seruan Padjajaran merupakan bagian dari tanggung jawab intelektual. Diharapkan, seruan itu dapat memantik masyarakat agar turut serta bergerak mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis, etis, dan bermartabat.

"Jadi seruan-seruan itu merupakan refleksi, perwujudan pola ilmiah hukum unpad yang sudah kami miliki selama berpuluh-puluh tahun," ucap dia.

Hal senada dikatakan Pengurus Ikatan Alumni (IKA) Unpad, Visarah Novicca. Menurut dia, Seruan Padjajaran merupakan gerakan yang murni tanpa tendensi politik apapun.

"Ini murni karena kami melihat konstitusi di negara Indonesia itu sudah dirusak, etikanya tidak dipakai, tidak ada penghormatan pada negara dari penyelenggara negara tersebut," ujar dia.

Berikut ini tujuh poin yang terdapat dalam petisi tersebut:

1. Pelaksanaan demokrasi harus menjunjung tinggi etika dan norma hukum yang bersandar pada Pancasila dan UUD 1945. Hukum tidak hanya teks semata, melainkan juga nilai dan prinsip yang ada di dalamnya serta dijalankan secara konsisten;

2. Presiden dan elite politik harus menjadi contoh keteladanan kepatuhan terhadap hukum dan etika. Bukan justru menjadi contoh melanggar etika, apa yang diucap tidak sesuai dengan kenyataan;

3. Negara dan pemerintah beserta aparaturnya harus hadir sebagai pengayom, penjaga, dan fasilitator pelaksanaan demokrasi yang berintegritas dan bermartabat dengan menjaga jarak yang sama dengan para kontestan Pemilu;

4. Mengajak kepada seluruh komponen masyarakat untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam kontestasi Pemilu 2024 dengan memilih para calon berdasarkan kesadaran dan keyakinan yang sungguh, bukan atas dasar politik uang atau intimidasi;

5. Bersama-sama dengan seluruh masyarakat menjaga penyelenggaraan Pemilu 2024 agar kondusif, aman, dan bermartabat serta mengawal hasil penyelenggaraan Pemilu 2024 sampai terbentuknya pemerintahan baru sebagai perwujudan kedaulatan rakyat;

6. Pemilu 2024 sebagai institusi demokrasi tidak boleh diolok-olok atau direduksi maknanya sekadar prosedur memilih pemimpin. Demokrasi harus dikembalikan pada jatidirinya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dengan menegakan aturan main yang adil dan transparan, membuka ruang partisipasi yang substantif bagi publik untuk memperoleh informasi yang dapat diandalkan dalam memberikan suara;

7. Mendesak penegakan hukum untuk kasus-kasus pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk segera ditindaklanjuti demi terciptanya pemilu yang berintegritas dan pulihnya kepercayaan publik kepada pemerintah. *** (Caesar Yudistira)


Editor : JakaPermana