Terdampak PMK, Produksi Susu Sapi di Jabar Menurun

Produsen susu perah di Jabar masih terdampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Para produsen susu yang setiap harinya memproduksi hingga mencapai 340 ton, kini hilang 40 ton di setiap harinya.  

Terdampak PMK, Produksi Susu Sapi di Jabar Menurun
Produsen susu perah di Jabar masih terdampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Para produsen susu yang setiap harinya memproduksi hingga mencapai 340 ton, kini hilang 40 ton di setiap harinya.  /dokumen inilahkoran
INILAHKORAN, Bandung-Produsen susu perah di Jabar masih terdampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Para produsen susu yang setiap harinya memproduksi hingga mencapai 340 ton, kini hilang 40 ton di setiap harinya.  
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat Arifin Soedjayana menyampaikan, pihaknya terus berupaya melakukan pemulihan. Namun sejauh ini masih terjadi penurunan produksi.
"Walaupun sudah ada penyembuhan, sudah ada recovery, itu produksi susu kita tetap turun sekitar 40 ton per hari dari produksi satu hari itu di angka 340 ton," katanya. 
Kendati demikian, pihaknya memastikan upaya pemulihan tetap dilakukan dengan pemberian vaksinasi pada sapi perah milik produsen di Jabar. Hanya saja, hal ini tetap memerlukan waktu. 
"Kita terus lakukan recovery nya dengan melakukan penambahan vitamin, obat, sehingga produksi dari sapi perah ini juga bisa segera pulih," ungkapnya. 
Disinggung soal sudah berapa dosis vaksin anti PMK yang disuntik pada sapi di Jabar, Arifin mengatakan, untuk dosis satu dan dosis dua sudah dilakukan agar sapi para peternak bisa kembali produksi dengan maksimal. 
"Capaian vaksin anti PMK di Jabar, untuk dosis 1 dan 2 sudah mencapai 160.170," ucapnya. 
Arifin menambahkan, saat ini kasus PMK di Jabar juga mengalami penurunan. Hal ini dirasakannya berbeda dari awal kasus PMK masuk ke Jabar yang angkanya mencapai ribuan sapi yang terdampak dan ada yang meninggal. 
"Kalau peningkatan kasus tidak ada, sekarang posisinya kasus aktif di Jabar cumab tinggal lima persen atau setara dengan sekitar 4.000 an dari jumlah yang asalnya terkonfirmasi sekitar 50 ribu. Jadi kesembuhan kita sidah 80 persen," katanya. 
Dari 40.000 kasus sapi yang terkonfirmasi PMK ditemukan ada di beberapa kabupaten produsen susus besar. Seperti, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan. 
"Paling gede kasusnya itu di kabupaten Bandung itu diatas 1.000, kemudian Sumedang, Indramayu, Tasikmalaya, Kuningan. Itu angkanya masih cukup tinggi di atas 200 an. Nah kalau yang lainnya sidah ada delapan kota yang Zero kasus," kata dia.
Adapun terkait harga jual susu perah dari petani di Jabar,  Arifin menilai, masih tetap di angka normal pascakenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi oleh pemerintah pusat. Sektor produksi susu perah belum terkena dampak peningkatan harga BBM.
Dia mengatakan, berbeda dengan sektor lainnya, di mana produksi susu perah masih belum meningkat. 
"Sementara ini belum (ada peningkatan dampak kenaikan harga BBM), masih tetap di Rp7 - 8 ribu perliter. Artinya, masih normal dan belum terdampak," katanya.
Menurut Arifin, kenaikan harga susu bisa dibilang beda dengan beberapa komoditi pasar secara umum. Sebab, terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menentukan kenaikan harga susu. 
"Harga masih tetap sama, karenakan harga susu ini ada aturannya dan itu ditentukan pembelinya oleh IPS dengan memperhitungkan dari berbagai komponen, kita masih Rp8 ribu perliter," ungkapnya. 
Selain itu, soal potensi inflasi dampak kenaikan harga BBM, dikatakannya masih belum mempengaruhi ketersediaan bahan pokok. Dia memastikan, hingga sampai saat ini suplay kebutuhan bahan pokok masih aman dan belum ada gejolak. 
"Jadi dari kami di DKPP ketersediaan itu aman untuk bahan pokok, jadin semuanya tersedia (tidak ada gejolak). Kalau harga dari sisi produsen ke pasar Itu juga masih tetap dari posisinya kalau laporan dari teman-teman itu masih aman," ungkapnya. 
Arifin menjelaskan, dari 11 kebutuhan bahan pokok yang masuk dalam tanggung jawabnya. Belum ada kenaikan karena dampak BBM. Namun, ada kekhawatiran soal ketersediaan cabai yang menurun.
"Itu tetap di cabai, telur tidak. Jadi makanannya kita mah kalau dari sisi komoditi peternakan aman. Telor sekarang sudah turun harganya, kemudian daging ayam juga turun," katanya.(Riantonurdiansyah)***


Editor : JakaPermana