Dukungan Anggaran Terbatas, Dishut Optimalkan Kontribusi Masyarakat Tangani Lahan Kritis

Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jawa Barat Adji Sumarwan mengakui, sejak pandemi Covid-19 merebak pada 2020 silam, penanganan lahan kritis sedikit terganggu lantaran anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersedot refocussing .

Dukungan Anggaran Terbatas, Dishut Optimalkan Kontribusi Masyarakat Tangani Lahan Kritis
Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jawa Barat Adji Sumarwan mengakui, sejak pandemi Covid-19 merebak pada 2020 silam, penanganan lahan kritis sedikit terganggu lantaran anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersedot refocussing ./Yuliantono

INILAHKORAN, Bandung – Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jawa Barat Adji Sumarwan mengakui, sejak pandemi Covid-19 merebak pada 2020 silam, penanganan lahan kritis sedikit terganggu lantaran anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersedot refocussing .

Kendati demikian dikatakan Adji, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pihaknya tidak kehilangan akal guna merehabilitasi lahan kritis yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018 lalu sebesar 911.191,9 hektar. Selain memanfaatkan bantuan dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).

Pemerintah juga meluncurkan program gerakan tanam dan pelihara pohon, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Diharapkan dari program tersebut, dapat memicu kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem pada saat ini. Dimana pengumpulan dan distribusinya dapat melalui penyuluh maupun Kantor Cabang Dinas (KCD) Kehutanan.

Baca Juga : Dishut Jabar Akui Tidak Mudah Tangani Lahan Kritis di Tatar Priangan

“Terus terang, kalau bicara anggaran. Seperti tahun ini saja enggak ada anggaran dari APBD untuk penanganan lahan kritis ini. 100 persen melalui DAK. Sebab sejak pandemi, anggaran direfocussing. Tiap tahun kami mengupayakan 0,5 persen dari 3,7 hektar lahan di Jawa Barat ini. Kira-kira 1500-2000 hektar untuk lahan kritis. Tapi itu tidak masalah, karena kita upayakan juga sumber dari luar anggaran. Tidak mengandalkan APBD. Sebab kita sadar, keuangan negara sedang kurang bagus. Akhirnya kita mutar otak, supaya target penanganan lahan kritis bisa dilakukan semaksimal mungkin,” ujarnya kepada INILAHKORAN baru-baru ini.

“Atas saran dari Pak Gubernur Ridwan Kamil, diluncurkan program gerakan tanam dan pelihara pohon. Dimana ini dimaksudkan bahwa rehabilitasi pohon ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja, tetapi semua elemen masyarakat. Tahun 2020 gubernur membuat surat edaran agar masyarakat mengontribusikan bibit pohon. Misal, tiap PNS diwajibkan kontribusi 10 pohon. Belum yang naik pangkat 50 pohon, promosi jabatan 100 pohon. Kalau dari dunia pendidikan, anak sekolah yang lulus 10 pohon atau yang mau nikah 10 pohon. Ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat. Dishut yang koordinir melalui posko kantor cabang dinas dan penyuluh. Itu yang dilakukan untuk menjawab keterbatasan anggaran. Intinya dari masyarakat dan untuk masyarakat juga,” sambungnya.

Dia menambahkan, umumnya dalam rehabilitasi dibutuhkan anggaran sekitar Rp11,9 juta untuk tiap hektar. Namun karena keterbatasan anggaran, nilainya disesuaikan dengan keadaan. Itu sebabnya, dalam pendistribusian bibit pohon di lahan kritis pihaknya betul-betul menyeleksi agar upaya yang dilakukan dapat membuahkan hasil maksimal.

Baca Juga : Uu Ruzhanul: Tantangan Pelayanan Publik Makin Kompleks, Perlu Terobosan dan Inovasi

“Soalnya anggarannya itu lumayan, standarnya Rp11,9 juta tiap satu hektar. Itu mulai dari persiapan rancangan teknis, bibit, alat-alat, biaya tanam hingga pupuk. Idealnya begitu. Tetapi karena ketersediaan anggaran, jadi situasional saja. Makanya kami betul-betul identifikasi calon kelompok tani atau masyarakat dan lokasi yang serius. Supaya hasil yang dilakukan maksimal, tidak sia-sia,” ucapnya.

Halaman :


Editor : JakaPermana