Jangan Membuka Aib yang Ditutupi Allah

ADA sebuah hadits sahih dari Imam Muslim, diriwayatkan Abdullah bin Masud, bahwa seorang lelaki menemui Rasulullah saw dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sudah bermesra-mesraan dengan seorang perempuan di luar kota, dan sesungguhnya aku telah menikmatinya walaupun tidak sampai berhubungan jauh dengannya (tidak berhubungan suami istri). Sekarang aku di sini, maka hukumlah diriku sekehendakmu."

Jangan Membuka Aib yang Ditutupi Allah
Ilustrasi/Net

Jadi, jika kita tergelincir dosa dan Allah menutupinya, maka jangan dibuka melainkan segera bertobat. Apa pun bentuk maksiatnya, kalau Allah menutupinya, jangan diceritakan pada siapa pun dan jangan berniat mengulanginya. Karena tidak mengulangi itu adalah salah satu bentuk tobat.

Kita harus berhati-hati agar tidak membuka apa yang ditutupi as-Sittir. Sebab ada dua hal yang suka membuat aib seseorang terbuka. Pertama, adalah seperti yang telah dijelaskan, yaitu kita yang menceritakannya sendiri.

Misalnya, "Saya itu pemabuk kelas berat, rajin maling, zina tak karuan, berjudi pantang mundur walau selalu kalah, pokoknya tiap tahun dapat sertifikat dari ketua gengster. Tapi sekarang saya tobat." Yang begini tidak tobat. Karena orang yang tobat itu langsung ditutup saja apa yang sudah ditutupi oleh Allah, sehingga tinggal pintu tobat yang terbuka.

Baca Juga : Ikhlas, Inti dari Ajaran Islam

"Seluruh umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan dalam maksiat. Dan sesungguhnya termasuk terang-terangan dalam maksiat adalah seseorang yang malam hari berbuat suatu perbuatan dosa, sementara Allah telah menutupinya, lalu ia berkata, Wahai Fulan, aku tadi malam sudah berbuat ini dan itu. Padahal malam harinya Rabb-nya telah menutupinya, namun pagi harinya ia membongkar penutup Allah darinya." (HR. al-Bukhari)

Kedua, yang suka membuka aibnya sendiri adalah orang yang suka membuka aib orang lain. Karena setiap kita membuka aib orang lain, berarti kita meminta kepada Allah agar aib kita juga dibuka. Sehingga selain kita harus menutup aib sendiri, kita juga harus menutup aib orang lain.

Dari Annas ibnu Malik, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa yang menjaga lidahnya dari membicarakan aib orang lain, maka Allah akan menutupi aibnya atau pun kesalahannya. Barang siapa yang menahan marahnya, maka Allah akan menahan azab-Nya terhadap dirinya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang meminta maaf kepada Allah, maka Allah akan menerima permintaan maafnya." (HR. Imam al-Baihaqi)

Membuka aib orang lain ini bukan hanya menceritakan yang diketahui. Tetapi termasuk di dalamnya mengorek-korek atau mencari-cari apa aib seseorang. Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana dengan jaksa, KPK, maupun intel yang menyadap?" Yang begitu beda lagi.


Editor : Bsafaat