Ketika Riya Membatalkan Ibadah Kita

RASULULLAH shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan, bahwa riya bisa membatalkan ibadah yang kecampuran riya. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, bahwa Allah berfirman,

Ketika Riya Membatalkan Ibadah Kita

(2) Ibadah yang dikerjakan, satu kesatuan. Batal di akhir, membatalkan semuanya. Seperti salat, atau puasa, dst. Ada beberapa keadaan untuk kasus ini. Ketika riya itu muncul, dia segera koreksi hatinya dan menolak riya sebisa yang dia lakukan. Dalam kondisi ini, riya tidak memberikan pengaruh apapun bagi ibadahnya. Karena lintasan batin riya semacam ini, mustahil bisa hilang dari manusia.

Ini berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Allah memaafkan bisikan hati dari umatku, sampai dia ucapkan atau dia amalkan." (HR. Bukhari 5269 & Nasai 3433)

Namun apabila dia menikmati munculnya riya ini, dan tidak ditolak. Dalam kondisi ini semua ibadahnya batal dari awal. Karena ibadahnya satu kesatuan. Sebagai contoh, orang yang salat dengan ikhlas, namun ketika di rakaat ketiga, dia riya. Dan dia tidak berusaha menolaknya. Salatnya batal dari awal.

Baca Juga : Hukum Hubungan Intim Malam Hari Raya

Ketiga, muncul riya setelah selesai ibadah. Semacam ini tidak mempengaruhi keabsahan ibadah dan tidak membatalkannya. Karena salatnya selesai dengan benar, dan tidak menjadi batal gara-gara muncul riya. Dan bukan termasuk riya, ketika seseorang merasa senang seusai ibadah karena dia tahu, ibadahnya dilihat orang lain. Karena rasa senang ini muncul setelah selesai ibadah.

Bukan termasuk riya ketika seseorang bahagia seusai melakukan ketaatan. Bahagia karena melakukan ketaatan, termasuk tanda iman. Dari Umar bin Khatab radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang merasa bahagia dengan ibadah yang dia kerjakan, dan merasa sedih karena maksiat yang dia lakukan, maka itulah mukmin." (HR. Ahmad 115, Turmudzi 2318, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Bukan juga termasuk riya, ketika ada orang yang melakukan ketaatan, kemudian dia dipuji orang lain. Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam ditanya, tentang orang yang melakukan ketaatan kemudian dia dipuji masyarakat. Kata beliau, "Itu adalah berita gembira yang disegerakan untuk orang mukmin." (HR. Ahmad 21988 & Muslim 6891)

Allahu alam. [Sumber: Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 2/207]


Editor : Bsafaat