Mengenal Konstipasi pada Anak, Penyebab dan Solusinya

Sembelit alias konstipasi juga terjadi pada anak-anak, ada yang disebabkan kelainan organ, ada punya yang disebabkan oleh masalah pada organ, kata pakar kesehatan anak Prof. Dr. Hanifah Oswari, Sp.A (K). Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengatakan, 95 persen kasus konstipasi disebabkan fungsi organ bermasalah, sisanya disebabkan oleh kelainan organ.

Mengenal Konstipasi pada Anak, Penyebab dan Solusinya
antarafoto

Pada bayi yang masih menyusui, frekuensi buang air besar yang sering dan tidak teratur yang jarang belum tentu konstipasi. Saat baru lahir dan mendapat ASI, bayi belum punya banyak enzim laktase di dalam ususnya. Padahal, ASI yang tinggi laktosa butuh enzim laktase agar bisa dicerna dan diserap tubuh.

"Karena enzim laktase pada bayi baru lahir itu kurang, jadi dia tidak bisa melakukan metabolism laktosa, akibatnya BAB-nya jadi sering, sehari bisa sepuluh kali, tapi dalam perkembangan bayi, bayi itu bertumbuh. Dia jadi mempunyai enzim laktasenya lebih banyak, bahkan kemudian bisa 2-3 hari tidak BAB, kadang bisa seminggu, bahkan sepuluh hari. Selama BAB nya tidak keras, itu bukan konstipasi."

Konstipasi fungsional diduga diakibatkan rasa takut bayi atau anak yang trauma ketika merasa nyeri saat buang air besar akibat feses keras dan besar sehingga anusnya sakit. Rasa takut membuatnya menahan rasa ingin buang air, akhirnya feses menumpuk hingga terlalu banyak dan memicu rasa sakit berulang.

Baca Juga : Gebyar Promo Tandamata bank bjb Bagikan Diskon Kuliner Spesial

Kapan konstipasi terjadi?
Dia menjelaskan tiga waktu terjadinya konstipasi yang harus diwaspadai orangtua. Pertama, saat anak mulai mengonsumsi makanan pendamping ASI, juga perubahan dari susu formula ke susu UHT di mana ada perubahan pola makanan cari ke makanan padat. Perubahan itu membuat kotorannya jadi keras, lalu anak akan merasa sakit ketika buang air besar.

Kedua, ketika anak belum siap berlatih buang air di tempatnya. Ketika orangtua mengajari anak untuk buang air sendiri di toilet, bukan di popok, anak yang belum siap akan menahan sehingga feses jadi keras, kemudian justru jadi takut karena merasa sakit.

Latihan buang air di WC biasanya mulai dilakukan ketika anak berusia 1-3 tahun. Ia mengingatkan kepada orangtua untuk tidak memaksa anak agar tidak terjadi trauma. Pertanda anak sudah bisa diajari toilet training adalah bisa menaikkan dan menurunkan celana sendiri dan tertarik untuk ke toilet.

Ketiga, ketika anak masuk sekolah. Berada di lingkungan yang baru, melihat kondisi toilet yang berbeda dari rumahnya, juga bisa berpotensi membuat anak mengalami sembelit. Konstipasi juga bisa terjadi karena anak menahan buang air bila tidak mau buang air di sekolah karena kondisi yang berbeda, atau karena toiletnya kotor.


Editor : Bsafaat