Saudaraku, Jangan Remehkan Bahaya Kesombongan

SAUDARAKU kebalikan dari tawadhu adalah kesombongan. Allah SWT tidak menyukai kesombongan. Inilah penyakit yang menyebabkan Allah murka kepada Iblis, manakala ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam sebagai bentuk penghormatan kepadanya.

Saudaraku, Jangan Remehkan Bahaya Kesombongan
KH Abdullah Gymnastiar. (Net)

Marilah kita ingat-ingat kembali beberapa kisah orang terdahulu yang celaka akibat kesombongan dirinya sendiri. Ingatkah kita pada kisah Qarun? Sepupu dari Nabi Musa ini awalnya adalah orang yang sederhana saja. Sampai suatu saat ia meminta kekayaan kepada Allah, dan permintaan itu dikabulkan sebagai ujian baginya. Namun, Qarun tak mampu menghadapi ujian tersebut. Ia menjadi sombong dan tak mau menerima petunjuk dari Nabi Musa. Qarun mengatakan harta kekayaan yang ia miliki tiada lain adalah buah dari kecerdasan dan keterampilannya sendiri. Ia pun berjalan di muka bumi dengan tinggi hati. Kemudian, Allah menenggelamkannya ke dalam bumi beserta harta kekayaannya.    

Dan, ingatkah kita kepada Firaun? Seorang manusia yang Allah SWT karuniai kekuasaan, namun ia takabur dan menolak kebenaran yang disampaikan Nabi Musa. Bahkan lebih parah lagi, Firaun mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan yang wajib disembah oleh rakyatnya. 

Allah SWT berfirman, “Maka dia (Firaun) mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (seraya) berkata: ‘Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.’” (QS. an-Naazi’at [79]: 23-24)

Kemudian, Firaun merasakan akibat dari kesombongannya itu. Ia tenggelam di Laut Merah. Jasadnya utuh hingga saat ini, sebagai peringatan bagi kita dan umat manusia hingga akhir zaman tentang bahaya kesombongan. 

Ada yang sombong karena kekuasaan. Ada yang sombong karena harta kekayaan. Ada yang sombong karena latar belakang. Ada pula yang sombong karena kecerdasan. Semua kesombongan tersebut tiada lain sebagai bentuk pengingkaran kepada nikmat Allah.
 
Saudaraku, adakah yang melebihi keutamaan Rasulullah saw? Jika berbicara mengenai jabatan, adakah jabatan yang melebihi kedudukan Rasulullah? Beliau adalah manusia paling mulia, menjadi rujukan bagi siapa saja. Tetapi, tak ada secuil kesombongan di dalam hatinya. Akhlak beliau adalah al-Quran. Beliaulah puncaknya ketawadhuan. 

Rasulullah tidak melihat orang lain lebih rendah dari dirinya. Jika ada orang lain memanggilnya, meski hanya menyebut namanya tanpa menyebut “Nabi”, maka beliau akan menoleh tidak hanya dengan kepalanya, melainkan dengan sekujur badannya. Jika bersalaman dengan sahabatnya, maka Rasulullah tak akan melepaskan genggeman tangannya lebih dahulu dari sahabatnya. 

Jika mendapatkan undangan, baik dari orang kaya maupun dari seorang fakir miskin, maka beliau memenuhinya. Rasulullah saw menyalami anak kecil, menjahit bajunya sendiri, menambal sandalnya sendiri. Apakah itu mengurangi kemuliaan Rasulullah? Sama sekali tidak. Justru semakin menambah kemuliaannya. 


Editor : Bsafaat