Target Pendapatan Bertambah, Bapenda Jabar Mulai Lirik Potensi Insentif Karbon 

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat akan mencari sumber pendapatan baru guna mendongkrak pendapatan tahun 2023. Pada tahun ini, Bapenda Jabar mulai melirik potensi insentif Karbon.

Target Pendapatan Bertambah, Bapenda Jabar Mulai Lirik Potensi Insentif Karbon 
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat akan mencari sumber pendapatan baru guna mendongkrak pendapatan tahun 2023. Pada tahun ini, Bapenda Jabar mulai melirik potensi insentif Karbon./istimewa
INILAHKORAN, Bandung-Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat akan mencari sumber pendapatan baru guna mendongkrak pendapatan tahun 2023. Pada tahun ini, Bapenda Jabar mulai melirik potensi insentif Karbon.
Diketahui, pada realisasi tahun 2022 mampu melebihi target hingga 104 persen atau mencapai Rp32 triliun. 
Kepala Bapenda Jabar, Dedi Taufik mengatakan kontribusi terbesar masih dari pajak kendaraan bermotor, BBNKB, PBBKB, ditambah pajak air dan pajak rokok yang mengalami kenaikan. 
Jumlah pendapatan ini meningkat dibandingkan tahun 2020 dan 2021 saat kedaruratan pandemi Covid-19, bahkan melampaui capaian tahun 2019. 
“Target (pendapatan) tahun ini naik, sebelum menentukan angka target, kami mengevaluasi realisasi pendapatan sebelumnya dan merumuskan strategi pencapaiannya. Untuk memperkuat strategi tersebut Kami berencana bertemu dengan Korlantas dan Jasa Raharja, sebagai mitra kerja” kata Dedi Taufik, Selasa (17/1/2022).
 
Semua strategi tersebut nantinya bisa jadi panduan pihaknya untuk membuat kebijakan yang mendorong agar wajib pajak dapat bayar pajak tepat waktu.
Kendati demikian, Dedi Taufik memastikan bahwa berbagai relaksasi tetap akan menjadi program prioritas. 
Disinggung mengenai potensi baru yang akan digali, Dedi Taufik menyebut satu opsi berupa insentif karbon. Dasarnya adalah antisipasi kehilangan potensi pendapatan seiring pemberian relaksasi  pajak untuk kendaraan listrik. 
Terlebih, pemerintah pusat menargetkan peralihan dari penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke penggunaan kendaraan listrik hingga tahun 2030 sebesar 25 persen. Belum lagi, ada potensi kehilangan pendapatan Rp 1,5 triliun pada tahun 2025 dikarenakan UU HKPD tentang pajak kendaraan bermotor di luar dari mobil listrik. 
“Pajak mobil listrik itu, 10 persen itu dari baru BBNKB, mobil listrik itu 1 persen dari 10 persen. Sekarang kehilangan potensi pendapatannya belum signifikan, hilangnya 1 miliar,” ucap dia. 
“Tapi untuk menghadapi tahun 2030 kan harus dipikirkan, masa di-loss-kan ga kena pajak sekian tahun. Nah kita akan atur strateginya, tapi tidak memengaruhi terhadap target pendapatan,” terang Dedi lagi. 
Saat ini pembahasan terkait insentif karbon ini terus dibahas. Yang terdekat, pihaknya akan menggelar FGD bersama ITB pada Rabu (18/1). 
“Sekarang sedang dibahas dalam FGD tentang upaya ekstensifikasi pendapatan bersamaan dengan pembahasan raperda pajak daerah  pasca UU HKPD. 
Kita carikan solusinya, insentif karbon lah. Lalu, pajak mobil listrik kan zero. harus ada insentif karbon. Nah selain itu kita punya kawasan lindung, jabar itu 45 persen kawasan lindung. Kenapa ngga, insentif karbon kita jadikan alternatif saat pendapatan pajak kendaraan berkurang” pungkasnya. (Riantonurdiansyah) ***


Editor : JakaPermana