Bolehkah Pergi Safar pada Hari Jumat?

DIRIWAYATKAN oleh Imam Baihaqi bahwa Umar bin Khaththab radliyallahu anhu suatu hari melihat seseorang yang ragu akan berangkat safar karena bimbang mengingat saat itu adalah Hari Jumat. Umar berkata, "Sesungguhnya Hari Jumat tidaklah menghalangi orang untuk safar, karena itu, berangkatlah,".

Bolehkah Pergi Safar pada Hari Jumat?
Ilustrasi/Net

DIRIWAYATKAN oleh Imam Baihaqi bahwa Umar bin Khaththab radliyallahu anhu suatu hari melihat seseorang yang ragu akan berangkat safar karena bimbang mengingat saat itu adalah Hari Jumat. Umar berkata, "Sesungguhnya Hari Jumat tidaklah menghalangi orang untuk safar, karena itu, berangkatlah,".

Adapun ulama membagi penjelasannya dari segi waktu berangkat safar. Apabila seseorang berangkat menjelang waktu shalat Jumat tiba, maka ini tidak diperbolehkan. Ulama bersandar pada firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, apabila telah dikumandangkan adzan untuk shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah menuju dzikrullah (Jumatan) dan tinggalkanlah jual beli. Hal itu yang lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui,".

Jual beli diperintahkan untuk ditinggalkan, demikian juga dengan safar pada saat menjelang waktu Jumatan tiba. Kecuali apabila seseorang pergi safar dalam rombongan. Yang apabila ia menundanya, maka ia akan tertinggal dari rombongan. Maka ini darurat baginya, dibolehkan baginya meninggalkan shalat Jumat dan tetap melaksanakan shalat dzuhur.

Baca Juga : Tiga Amalan Utama Paling Dicintai Allah

Sedangkan berangkat pada jauh menjelang shalat Jumat, misal jam tujuh pagi sedang Jumatan dimulai jam dua belas siang, maka ini ada perselisihan pendapat antarulama. Ulama yang mengharamkannya secara mutlak, mereka bersandar pada hadits dari sahabat Abu Hurairah radliyallahu anhu.

"Barangsiapa yang melakukan safar pada Hari Jumat, maka akan didoakan dua malaikat, agar tidak ada yang menemaninya dalam safar dan kebutuhannya tidak tertunaikan". Beberapa ulama hadits menjelaskan bahwa hadits ini memiliki cacat di sisi perawi. Yahya bin Main, Ibnu Hibban, dan Adz Dzahabi menilai salah satu perawinya, yakni yang bernama Husain bin Ulwan, sebagai pendusta.

Maka pendapat yang terkuat adalah diperbolehkannya safar pada Hari Jumat. Yakni jauh menjelang Jumatan. Allahu Alam. [Ustadz Afifuddin Rohaly MM/*]

Baca Juga : Lebih Sedikit tapi Lebih Utama, Amal apa itu?


Editor : Bsafaat