FSRD ITB Teliti Serat Rami sebagai Smart Textile

Kelompok Keahlian Kriya dan Tradisi FSRD ITB telah melakukan penelitian mengenai penerapan teknologi dalam serat alam.

FSRD ITB Teliti Serat Rami sebagai Smart Textile
Dokumentasi (okky adiana)

INILAH, Bandung - Kelompok Keahlian Kriya dan Tradisi, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknolgi Bandung (ITB) telah melakukan penelitian mengenai penerapan teknologi dalam serat alam. Mereka membuat penelitian tentang tekstil pintar (smart textile).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang besar termasuk terhadap perkembangan karakteristik tekstil. Tekstil pintar merupakan istilah untuk kain yang dapat merespons rangsangan lingkungan yang bersifat mekanik, termal, kimia, listrik, ataupun sumber magnet. Istilah smart textile sendiri masih belum umum didengar oleh masyarakat Indonesia.

Dilatarbelakangi oleh penggunaan serat alam terutama rami yang masih umum digunakan di Indonesia, penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan produk tekstil pintar dari serat alam ini dilakukan pada tahun 2014 hingga 2015. Penelitian dilakukan oleh Innamia Indriani dan Adi Surya Pradipta, yang dilakukan di bawah arahan Bambang Sunendar (FTI ITB) dan Kahfiati Kahdar, (FSRD ITB).

Baca Juga : Masih Pandemi, Sekolah Gelar MPLS Secara Virtual 

“Serat rami sudah berkembang di Indonesia sejak tahun 1911, di mana serat ini mudah didapatkan, ramah lingkungan, dan memiliki spesifikasi yang mirip dengan kapas tetapi dengan daya tahan yang lebih kuat,” kata Innamaia, Rabu (21/7/2021).

Ia mengatakan, penelitian berfokus untuk mendapatkan benang dari serat rami yang memiliki karakteristik self-cleaning, sehingga kain yang terbuat dari benang tersebut akan bersifat antiair diikuti dengan kemampuan membersihkan diri sendiri ketika terdapat air yang membasahi.

Penerapan teknologi nano merupakan kunci untuk merealisasikan penelitian ini. Layaknya permukaan daun teratai atau daun talas, benang yang berbahan dasar serat rami dimodifikasi agar menghasilkan fenomena lotus effect. Melalui pengamatan dalam skala mikro, diketahui bahwa daun teratai atau daun talas memiliki permukaan yang tidak rata.

Baca Juga : Buntut OTT Tim Saber Pungli Jabar, Dadang Supriatna Bakal Bubarkan Korwil Disdik 

“Hal ini disebabkan terdapat papila atau tonjolan kecil yang berfungsi untuk menangkap tetesan air yang jatuh ke permukaan daun dan mempertahankan bentuknya sehingga tidak berubah menjadi globules secara langsung. Fenomena inilah yang menyebabkan permukaan daun tersebut memiliki karakteristik anti-air melalui kondisi hidrofobik (tidak berinteraksi dengan air),” katanya.

Halaman :


Editor : suroprapanca