Ikhlas dalam Beramal

ALLAH taala telah menjelaskan kepada manusia akan keagungan diri-Nya dan kefakiran mereka kepada Allah. Allah pun telah menetapkan akan tujuan penciptaan mereka, yaitu peribadahan dan penghambaan. Namun Dia menetapkan bahwa Dia tidak butuh untuk dipersekutukan, dengan sesuatu apapun.

Ikhlas dalam Beramal
Ilustrasi/Net

ALLAH taala telah menjelaskan kepada manusia akan keagungan diri-Nya dan kefakiran mereka kepada Allah. Allah pun telah menetapkan akan tujuan penciptaan mereka, yaitu peribadahan dan penghambaan. Namun Dia menetapkan bahwa Dia tidak butuh untuk dipersekutukan, dengan sesuatu apapun.

Tidak jin, manusia, atau malaikat sekalipun. Dan memang Dia tidak layak untuk dipersekutukan. Maka setiap amal yang ditujukan kepada-Nya, namun juga berharap dari selain-Nya akan menjadi sia sia. Ibarat jasad tanpa ruh, seperti itulah nilai suatu amalan tanpa keikhlasan. Dia ada, namun mati, membusuk, dan tidak berharga.

Lalu apa pula yang diharapkan dari selain-Nya, sedang segala sesuatu adalah milik Nya?! Kebodohan macam apa dalam pengharapan kepada manusia, sedang syurga milik sang pencipta? Apa jua manfaat pujian, kekaguman, dan penghargaan dari mereka yang tidak memiliki apa-apa?

Baca Juga : Lupa Puasa Kemudian Berjimak, Batalkah?

Namun dalam kenyataannya, jarang kita temukan orang orang yang ikhlas dalam beramal. Kejahilan terhadap Sang Pencipta, menjadikan kebanyakan orang lebih berharap kepada manusia daripada balasan dari Allah taala. Dan ternyata memang, pada praktiknya pentingnya keikhlasan tidak menjadikan dia mudah untuk diterapkan. Bukan hanya bagi orang awam seperti kita, namun para ulama dahulu pun merasakannya.

Seperti Sufyan At Tsauri rahimahullah yang berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagiku melebihi masalah niatku, karena ia mudah berbolak balik". Atau Yusuf bin Husain rahimahullah yang mengatakan, "sesuatu yang paling susah bagiku di dunia ini adalah keikhlasan, berapa kali aku bersungguh sungguh untuk menghilangkannya dari hatiku, namun seakan akan dia tumbuh kembali dengan corak yang lain".

Meskipun begitu halnya, bukan berarti ikhlas tidak bisa diusahakan. Bermujahadah, menggerakan semua daya dan upaya untuk mendapatkannya tetap menjadi keharusan. Bukankah pahala itu sesuai dengan kesusahan dalam beramal? Yang karenanya semakin susah pahala semakin besar? Dan begitulah nilai keikhlasan. Ia sungguh menentukan, hingga diterimanya suatu amalan pun tergantung dengan keberadaannya. Bahkan suatu amal kecil bisa menjadi besar dengannya. Dan sebaliknya, amalan besar bisa menjadi kecil dengan ketiadaannya.

Baca Juga : Berhubungan Badan di 10 Malam Terakhir Ramadhan

Bukankah disebutkan seorang pelacur yang masuk syurga karena memberi minum seekor anjing yang kehausan? Sedang siapa diantara kita yang tidak sanggup melakukannya. Namun lihatlah tiga golongan pertama penghuni neraka. Justru mereka adalah orang orang yang beramal besar; seorang berilmu, pejuang, dan dermawan!! Disinilah niat menjadi pembeda.

Halaman :


Editor : Bsafaat