Ikhlas dalam Beramal

ALLAH taala telah menjelaskan kepada manusia akan keagungan diri-Nya dan kefakiran mereka kepada Allah. Allah pun telah menetapkan akan tujuan penciptaan mereka, yaitu peribadahan dan penghambaan. Namun Dia menetapkan bahwa Dia tidak butuh untuk dipersekutukan, dengan sesuatu apapun.

Ikhlas dalam Beramal
Ilustrasi/Net

Maka, hal pertama yang harus dilakukan adalah senantiasa menghadirkan kebesaran Allah taala. Bahwa dialah satu satunya Dzat yang maha kuasa dan maha mengetahui. Tidak ada yang dapat menolak manfaat jika Dia hendak memberi manfaat. Pun tidak ada yang dapat memberi mudharat jika dia berkehendak.

Hal selanjutnya adalah meminta kepada Allah agar diberikan keikhlasan. Karena sesungguhnya semua kebaikan seorang hamba merupakan taufik dari Allah taala. Manusia tidaklah memiliki daya dan upaya untuk beramal kecuali jika disertai dengan taufik dari Allah taala. Yang karenanya mengandalkan kemampuan diri dan hanya bersandar kepada usaha tanpa meminta bantuan dari sang pencipta merupakan sebuah keteledoran. Dan sungguh benar apa yang dikatakan Ibnul Qoyyim rahimahullah, bahwa kehinaan adalah ketika Allah meninggalkan seorang hamba dengan dirinya sendiri.

Keikhlasan juga perlu untuk dipelajari. Tentang makna, hakekat, serta hal hal yang dapat menodai keikhlasan, untuk kemudian berusaha mempraktekannya. Karena bagaimana seseorang akan bisa ikhlas jika tidak tau makna keikhlasan?1 Ah, seandainya saja ada sekelompok dari para ulama yang tidak mengajari manusia kecuali keikhlasan.2

Baca Juga : Qadha Puasa, Tahukah Kamu?

Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah senantiasa mengingat besarnya pahala keikhlasan. Serta akibat dari amalan yang tidak disertai dengan keikhlasan. Bahwa ikhlas merupakan satu satunya jalan menuju surga. Ikhlas juga merupakan pintu keselamatan dari godaan setan. Sebaliknya, tanpa keikhlasan suatu amal tidak akan diterima, dan tanpanya juga seorang hamba akan terjerumus ke dalam neraka.

Juga selalu mengevaluasi diri dan bersungguh sungguh. Baik sebelum, ketika, dan setelah beramal. Sebelum memulai, berhentilah sejenak, tanyakan kepada jiwa kita, apa yang kita ingingkan dengan amalan ini? Jika yang diinginkannya adalah rida Allah, atau pahala dari Allah taala, maka hendaklah seseorang meneruskan amalannya. Namun sebaliknya, jika ternyata yang diinginkan hal lain selain Allah taala, maka hendaknya seseorang tidak melanjutkan amalannya sampai meluruskan niatnya. Ketika sedang beramalpun tetaplah melihat hati kita, jangan sampai berubah niatnya, jika kemudian muncul niat lain selain Allah, maka segera palingkan kepada Allah taala. Begitu juga setelah beramal. Jangan sampai muncul keinginan untuk diketahui oleh manusia, hingga kemudian menceritakan amalannya sambil berharap pujian dari mereka.

Memperbanyak ketaatan juga merupakan salah satu cara menghasilkan ikhlas. Karena setan akan selalu berusaha agar seorang hamba meninggalkan ketaatan atau berusaha merusak amalan yang dilakukan oleh seorang hamba. Jika kemudian syaitan melihat seorang hamba senantia berada dalam ketaatan, dan tidak menghiraukan ajakan syaitan, bahkan setiap kali syaitan membisiki seorang hamba namun justru hamba tadi bertambah ketaatan dan keikhlasannya, syaitan pun akan putus asa dan berhenti dari menggoda hamba tadi, agar tidak menambah pahalanya. Namun jika seorang hamba terkadang taat namun terkadang juga berbuat maksiat dengan menyambut ajaran syaitan, maka syaitan akan semakin bersemangat menggoda hamba tadi, begitu kata Hasan Al Bashri.

Kemudian juga seorang hamba hendaklah tidak bangga dengan amalannya. Tidak takjub dengan dirinya sendiri. Karena sesungguhnya ketika seseorang merasa takjub dengan dirinya sendiri, ketika itu dia sedang menyekutukan Allah dengan dirinya sendiri. Seakan akan dia telah berjasa kepada Allah dengan amalannya. Padahal, hakekatnya justru sebaliknya. Seorang bisa beramal merupakan taufik dari Allah taala. Ujub kepada diri sendiri sebagaimana halnya syirik dapat menghapus amalan, sebagaimana yang disampaikan Imam Nawawi Rahimahullah.


Editor : Bsafaat